Kisah pencari kerja demi Pegawai Negeri Sipil (PNS) nyaris sama di kota lain, animo warga atas pilihan profesi PNS, masihlah menjadi favorit. Impian menjadi PNS inilah, membuat empat stafku terbang dari Makassar ke Surabaya demi sebuah kelulusan sebagai ABDI NEGARA.
Kabar terfaktakan bahwa menjadi PNS itu enak dan santai, kujumput alasan ini dari beberapa keluargaku. Nampaknya, PNS masih terpandang. Ini alasan lain yang kutemui di ucapan beberapa kawan.
Tak Mudah Dipecat
Ini De Facto, profesi jarang dipecat. Kalaupun ia bermasalah di institusinya, mutasilah hukumannya atau dipending pangkatnya. Kawanku yang PNS, selama 7 (tujuh) bulan tak masuk kantor, tanpa alasan rasional semisal sakit, atau diutus kantornya di daerah lain demi sebuah tugas. Beliau well-well saja, tak ada teguran ataukah peringatan dari kantornya. Ia malah sedikit bangga mengisahkan dirinya yang tak masuk-masuk kantor berbulan-bulan. Kisah sahabatku ini menjadi bukti konkrit bahwa aturan kepegawainegerian, warning atau SP (Surat Peringatan) tidak aktif, tidak dijalankan, sistem trouble.
Mau bicara PNS dipecat, hemmmmm rasanya kejauhan. Andai aja, supremasi aturan, hak dan kewajiaban, sanksi-sanksi, maka sesungguhnya kita akan akrab dengan pemecatan PNS-PNS di negeri ini.
Tak Dimakan Tikus
Pamanku berkata kepadaku: “Kamu itu enak, gajimu tiap bulan utuh, ndak dimakan tikus. Beda dengan paman, padi sering dimakan tikus”. Saya balas pernyataannya dengan sedikit berhumor: “Iya paman, masa tikus makan tikus”. Pamanku tersenyum kecut karena ia paham bahwa PNS, jamak berbuat bak tikus di kantor. Sepertinya ia paham bahwa ABDI NEGARA menjadi sorotan masyarakat, pelayan warga yang kerap justru warga yang menjadi pelayan dan ‘tukang servis’ yang bernama ‘upeti’ demi sebuah urusan tertentu.
Bank Percaya
SK PNS, menjadi jaminan primadona untuk urusan kredit (hutang) di bank, dan perbankan percaya itu. Bukti fisik dan surat keterangan/slip gaji dari bagian keuangan -asal PNS- kerap diupayakan keras oleh perbankan untuk loloskan pencairan kredit lunak dari Sang Pemohon yang berprofesi sebagai PNS.
Saya tak miliki data berapa persen PNS yang tidak ‘menggadaikan’ SKnya di bank atau lembaga finance? He he he. Saya gak nanya kan berapa persen PNS yang menyimpan SKnya ‘di sana?’
Hierarkis Kultural
Ah saklek amat sih istilah ini, padahal penulis mau katakan bahwa menjadi PNS itu memilki gengsi budaya, status sosial di mata masyarakat. Hingga seorang ayah, putrinya dilamar dua lelaki, yang satu pengusaha, satunya lagi PNS. Dan ayah memilih pemuda yang PNS untuk menjadi suami putrinya. Maknanya, PNS di hadapan masyarakat memiliki nilai ‘lebih’, nilai psikologik, nilai aktualisasi sosiologis bukan nilai bagaimana performansi yang ideal bagi seorang PNS.
Kerja Kantoran
PNS benar-benar disebut kerja kantoran, santai begitu. Ketawa-ketiwinya sering nampak, terdengar dan terlihat. Gosip-gosip, cerita-cerita, ini dan itu, kerap amat kujumpai di setiap hari, di setiap jam kantor. Teramat beda suasana di kantor ’swasta’, mereka (karyawan-karyawati) sulit nian ngakak-ngakak kecuali di jam-jam istirahat. Malah mereka benar-benar waktu jeda ini, untuk istirahat sesungguhnya.
Nah inilah alasan mengapa profesi PNS itu masih digandrungi, walau mereka tahu, termasuk saya bahwa memilih pekerjaan sebagai PNS tak mungkin kayalah. Kecuali PNSnya bengkok. Dan seperti inilah menjadi alasan pula mengapa calon PNS rela membayar puluhan juta karena pekerjaan ini masihlah bermagnet.
Wallahu a’lam bissawab
Catatan:
Ini OPINI pribadiku di artikel ke-800, dan saya ber-alhamdulillah atas segala nikmat kesehatan dan kesempatan menulis dari Yang Kuasa di Kompasiana dan pulalah; kuyakin opini ini tak benar seluruhnya.
Thank’s Admin.
0 komentar:
Posting Komentar