.
k o m p a s i a n a. Dibuku BHAGAVAD-GITA, ada kata-kata berikut :
“Dalam Bhagavad-gita, seseorang akan menemukan segala sesuatu yang tercantum dalam Kitab-kitab Suci lainnya, tetapi pembaca juga akan menemukan hal-hal yang tidak terdapat dalam buku-buku lain. Itulah taraf khusus Bhagavad-gita. Ia adalah ilmu Ketuhanan yang sempurna sebab disabdakan secara langsung oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krsna.”
Bila menyadari kitab Bhagavad-gita ada jauh sebelum tahun masehi menjadi almanak dunia, itu berarti jauh lebih tua dari Injil dan Qur’an, menambah keyakinan saya bahwa jalan memang bukan hanya satu.
Ketika saya pernah membaca tanggapan disuatu atikel yang kurang lebih berisi “kalau semua agama dianggap benar, kalau gitu kenapa kita tidak pergi ke masjid ketika hari Jum’at, ke Gereja waktu hari Minggu, dan seterusnya ke agama-agama lain sesuai dengan upacara-upacaranya ?”
Saya mencoba merenungkan tanggapan tersebut, apakah berdosa kalau hal itu dilakukan ?
Padahal intinya tentu saja bukan disitu, meng-imani itulah kunci utamanya.
Kalau dengan mengikuti satu ajaran agama saja banyak diantara kita yang tidak mudah MENGIMANI, bagaimana mungkin mengimani semua ajaran agama ?
Banyak tokoh bahkan pemimpin umat yang terlihat hebat, tapi sangat langka yang berhasil mengimani agamanya dengan benar, apalagi pada tataran umat, justru banyak dari kita yang terjebak pada fanatik atau picik, dan maaf, hal tersebut banyak saya lihat pada semua penganut agama.
Waktu kita mendengar ada laskar bringas yang berdalih menertibkan lalu mengobrak-abrik bahkan tega mencederai sesama manusia, ketika dilain kesempatan mereka bahkan menutup tempat peribadatan dengan berdalih mengganggu mayoritas sekeliling, lalu lain waktu terdengar beritanya membakar rumah ibadah yang dilabelkan penyesatan, ada juga yang mengusir umat lain dari kampung halamannya, bahkan ada juga yang mengusir dari negara dimana ia tinggal, apakah pemimpin dan anggota laskar tersebut meng-imani dengan benar agamanya ?
Kebanyakan dari kita salah mengimani agama kita, kita bukannya mengimani tapi terperangkap oleh kefanatikkan, bahkan banyak yang mengatakan bahwa fanatik itu baik, atau fanatik yang baik, fanatik yang tidak merugikan, fanatik yang di-ridho Tuhan, dan sejenisnya yang juga saya baca dari tanggapan-tanggapan. Padahal fanatik itu sendiri kalau saya rasakan adalah kebalikan dari toleransi, jadi bagaimana dengan yang dimaksud fanatik yang baik ? Sungguh absurd, itulah sebabnya banyak dari kita yang mengira bahwa kefanatikan itu sama dengan mengimani, jadi mereka beranggapan bahwa semakin fanatik berati semakin mengimani.
Padahal yang terjadi adalah, yang fanatik cenderung memaksakan kehendak, anarkis bahkan hingga sadis, menganggap Tuhan dari Agama lain salah atau tidak sama, dan itu sangat konyol ! Karena kalau menganggap bahwa Tuhan dari agama lain salah atau tidak sama, bukankah itu berarti mempercayai bahwa Tuhan ada lebih dari satu ?
Banyak orang mengatakan bahwa Tuhan tidak menciptakan agama, tapi mewahyukan ajaran kebenaran, maka ketika sering kali ada yang bertindak bringas mengatas namakan pembelaan agama, lupa bermartabat sebagai manusia padahal mengaku beragama paling hebat didunia, bahkan tidak sedikit yang mengaku agama-nya-lah yang mengajarkan kasih, agama-nya-lah yang disempurnakan, dan lainnya yang serba hebat, tapi ditanggalkan ketika melakukan kebringasan. GAWAT.
Selain itu, apakah ada di suatu ayat kitab suci tertentu yang mengatakan Tuhan butuh pembelaan ? Mohon pencerahannya, karena memang logikanya tidak begitu bukan ? Bukankah yang sering kita dengar adalah Tuhan itu tempatnya kita mengadu, memohon ampun, memohon anugrah, dan permohonan-permohonan lainnya. Bukankah yang sering kita yakini adalah kita itu ciptaan Tuhan ? Terus kalau semua manusia itu ciptaan Tuhan, apa susahnya untuk Tuhan memusnahkan kita ? Jadi dalih kebenaran yang mana sehingga kita beragumentasi membela Tuhan dengan mencederai sesama manusia, bahkan membunuh manusia yang hanya karena tidak seiman, padahal jelas bahwa manusia yang kita cederai dan kita tega binasakan itu adalah ciptaan Tuhan kita juga ?
Itu semakin menggambarkan bahwa mereka tidak percaya bahwa Tuhan itu Maha Esa, juga tidak percaya tiada Tuhan selain Allah, karena menganggap manusia-manusia lain yang diperlakukan dengan sadis tersebut bukan ciptaan Tuhannya juga.
Belum mumetkan ? Baca pelan-pelan kalau saya rada bingung juga mengungkapkannya.
Karena apa iya, kalau kita anggap misal Tuhan itu seperti Bapak kita, lalu kita tega membunuh saudara kita yang adalah anak dari Bapak kita juga, hanya karena kita beda prinsip, beda pandangan. Apakah Bapak kita hanya mengajarkan kebenaran pada kita dan mengajarkan kesalahan pada saudara kita ? Lalu apa mungkin kita diutus Bapak untuk membunuh saudara kita yang tidak sejalan ? Dan kalau saudara kita yang tidak sejalan tersebut juga berbuat sama, anarkis dan sadis karena juga sefanatik kita, dan fanatik itu dianggap benar, bukankah itu berarti Bapak kita yang meng-adu-domba kita ?
Apakah keyakinan itu yang masih kita pertahankan ? TUHAN MENGADU-DOMBA KITA, itu pasti logika kebangetan bukan ? Atau tidak terpikir sebelumnya ?
Masihkah kurang gamblang penjabaran saya, masihkah fanatik hanya ada satu jalan ? Atau jangan-jangan saya sendiri yang kebingungan ?
Tinggalkan kefanatikkan, ubahlah menjadi mengimani, karena mengimani itu sangat luar biasa, mengimani adalah inti dari beragama itu sendiri, dan sesungguhnya mengimani ini betul-betul tidak mudah, karena kalau Anda sudah mencapai itu, iman Anda tidak tergoyahkan, dan Anda jadi tidak perlu anarkis untuk membela agama Anda, apalagi anarkis berdalih membela Tuhan, yang nota-bene Bapak kita bersama, yang menciptakan kita semua. Begitu juga saya, kamu dan dia tidak perlu anarkis kalau memang kita semua sudah sama-sama mengimani agama kita masing-masing.
Jadi ayolah kita tanggalkan kefanatikkan, jangan juga bertanya Tuhan agamamu apa ? Karena memang Tuhan hanya mengajarkan kasih dan bersabda tentang kebenaran. Karena sejatinya Tuhan adalah zat/sinar kasih yang ber-kebenaran, dan itulah agamanya Tuhan yang tidak butuh pengakuan kita, karena Tuhan memang adalah kasih dan kebenaran itu sendiri.
Maka sebagai pegangan kita, apapun agama Anda, dalam mengimani agama kita masing-masing, kita wajib berpedoman kasih dan kebenaran yang bersumber dari Tuhan itu sendiri.
Saya pernah membaca satu buku kecil tentang kesadaran, rasanya buku tersebut mengingatkan bahwa setelah kita mencapai kesadaran yang lebih tinggi, maka agama tidak dibutuhkan, dan kita bisa langsung merasakan berhubungan dengan Tuhan Sang Pencipta. Tapi saya belum pernah melihat tentang adanya orang tersebut, apakah karena memang sangat langka, atau sangat mungkin wawasan saya yang sangat sempit. Tapi yang samar-samar saya ingat pada ulasannya, mereka yang selevel itu, bisa dengan mudah berinteraksi walau berangkat dari agama yang berbeda, karena memang mereka sudah menanggalkan agama sebagai kendaraannya. Ilmu tingkat tinggi yang saya berpikirpun sepertinya tidak menjangkaunya.
Semoga penggambaran tersebut tidak menjadikan kita semua berdalih sudah mencapai kesadaran tertentu dengan tidak mendatangi masjid/gereja/pura/wihara/kelenteng/dan lain-lain.
Itulah sebabnya, walau saya hanya memeluk satu agama yang ada, tapi saya termasuk yang percaya bahwa semua ajaran agama adalah baik, kalau ada ketidak baikkan, mestinya itu adalah pemeluknya, karena saya percaya bahwa Tuhan adalah sumber kasih dan kebenaran, saya yakin bahwa Tuhan kita adalah sama yang menciptakan kita semua, agama kita bersumber pada Tuhan yang memang hanya satu, maka ketika kita berlaku anarkis terhadap sesama manusia, juga menyalahkan agama saudara kita, atau menghina agama dan kitab sucinya, yang kalau kita tarik benang merahnya, berarti menghina sumber dari agama dan kitab suci tersebut, dan dibelakang semua itu ada nama Tuhan bersemayam, yang ternyata juga adalah sumber dari agama dan kitab suci kita juga. Itulah gambaran lingkaran tidak berujung, kalau kita menyalahkan garis lingkaran tersebut, berarti kita juga menyalahkan diri kita sendiri. Jangan terjerat lingkaran sesat karena saling menghujat ! BLUNDER.
Tapi kebanyakan yang terjadi adalah masing-masing saling menghujat agama dan menyalahkan kitab suci pihak lain, yang satu mengatakan tercemar, yang lain mengatakan pengutipannya tidak benar, karena rupanya ada sebagian isi dari kitab suci mereka serupa. Bukankah itu terjebak fanatik yang kita anggap mengimani ? Jadi yang salah tentu saja manusianya bukan ?
Dan itu sering kali terjadi karena belum memahami secara menyeluruh alias tidak sanggup mengimani dengan benar agamanya, mereka justru sangat fanatik bahkan cenderung sesat tapi sangat mahir untuk memprovokasi kita supaya berpandangan fanatik, supaya mudah dimanfaatkan dan diadu-domba, seperti contohnya menjadikan kita laskar bringas, meminang pengantin untuk melakukan bom bunuh diri, tapi tidak berkehendak ikut kesurga bersama pengantinnya. Karena memang lebih berpikir akan meminang pengantin-pengantin lain, dan inilah yang disebut penyesatan, menjelekkan agama yang kita anut, men-stikma-kan kekerasan dan merugikan umat mayoritas, kalau memang kita tidak sependapat, ayo terus kita suarakan penetangannya, karena kalau kita setuju menolak Ahmadiyyah dengan keras walau sebetulnya tidak harus begitu, yang bahkan kita tahu Amadiyyah tidak melakukan pengeboman, seharusnya kita lebih keras menolak mereka yang jelas menyesatkan agama kita bukan ?
Waktu mengetahui cerita tentang adanya tokoh yang men-justifikasi HOAX atas junjungan dari agama tertentu, tapi sepertinya malah diberi wadah untuk membuktikan justifikasinya, apakah penganut agama tersebut tidak mencintai agamanya ?
Apakah itu bukan penghinaan atas junjungan dari agama para penganutnya ? Kenapa tidak ada demo atau dibunuh saja yang mengatakan hoax tersebut, bukankah penganut agama tersebut juga punya kelompok radikal yang juga terkenal ? Ataukah itu bentuk kedewasaan menyikapi perbedaan pandangan ? Atau malah bersyukur ada orang lain yang mau menguji kebenaran apa yang diimaninya, sehingga tidak terjerumus lebih dalam pada kesalahan kalau memang dapat dibuktikan ?
Bisa jadi itu seperti dua sisi mata uang, sama-sama benar kalau melihatnya dengan kaca mata positif, karena memang kebenaran pendapat manusia banyak yang terbukti tidak mutlak benar, apa yang kita anggap benar hari ini, belum tentu benar untuk esok hari, contoh mudahnya adalah, seandainya kita hidupkan orang yang meninggal seratus tahun lalu, kemudian kita ceritakan bahwa ada manusia yang datang dari bulan, kita pasti dianggap gila olehnya.
Hanya kasih dan kebenaran dari Tuhan-lah yang tidak terbantahkan, dan itu berlaku universal.
Agama adalah jalan hubungan pribadi terhadap Allah, dan itu tidak bisa diwakilkan, maka ketika nyawa meninggalkan raga, kita sudah pada posisi mengumpulkan soal ujian, Allah akan memberi penilaian kemana sukma kita ditempatkan. Itulah sebabnya, gunakan waktu untuk berbuat kebaikan, karena kita tidak tahu kapan Allah memanggil kita, itulah kata-kata klasik yang mungkin sudah sangat bosan kita dengar, tapi sarat kebenaran. Rajinlah solat sebelum kamu disolatkan. Dan sia-sialah solatmu kalau suka melakukan kekerasan terhadap sesama ciptaan Allah, karena Allah tidak mengampuni permohonan ampunmu, kecuali mendapat ridho dari orang yang didzalimi dan menjelaskan kepada yang bersangkutan atas semua perbuatan dzalim tersebut.
Jadi bagaimana pengampunan bisa diperoleh bagi mereka yang melakukan pengeboman, jika korbannya meninggal bukankah sudah tidak bisa dimintai ridho ? Atau dengan tereak Allah Maha Besar pelakunya pun otomatis masuk Surga ?
Maka bagaimana juga ketika koruptor mengkorup uang rakyat, bukankah itu mendzalimi rakyat secara masal, lalu adakah cara meminta ridho-nya ?
Dan kita suka membuat rumus sendiri, meyakini bahwa kalau kita sudah menjalani hukuman penjara atas apa yang telah kita korupsi, maka dosa kita juga akan diampuni. Sementara kita lupa proses dari persidangannya, dibawah sumpah sesuai agamanya-pun tidak berani mengakui BlackBerry miliknya, apalagi mengakui semua korup yang dilakukan ? Apakah semua dosa yang disangkal dapat diampuni ? Kita dapat membohongi semua orang, tapi tidak terhadap diri sendiri, dimana Allah juga bersemayam.
Walaupun saya terus berusaha mengimani apa yang saya yakini, tapi bukan berarti apa yang tidak saya imani berubah menjadi sesat bukan ? Maaf kalau Anda tidak berkenan dengan opini artikel ini, karena memang saya tidak mengharap Anda untuk mengikuti jalan yang lain, saya hanya mengharap jika Anda memakai kaca-mata-kuda, mohon dilepaskan supaya dapat ‘melihat iman’ dan mengimani keyakinan Anda dengan benar. Karena hidup berdampingan dan saling menghargai itu sungguh indah, ayo bersama kita ciptakan keindahan itu. ( SPMC SW, Nop 2013 )
.
—————————————————-
.
NOTES :
Saya persembahkan artikel ini untuk menggugah tali persaudaraan diantara kita sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Saya sangat berterimakasih kepada Anda sudah berkenan membaca artikel ini yang ternyata cukup panjang juga.
Dan saya akan mengoreksi atau bahkan menghilangkan kata-kata yang tidak Anda suka pada artikel ini jika Anda berkenan memberi petunjuk demi perbaikan. ( SW )
——————————————-
0 komentar:
Posting Komentar