Pemerintah interim Mesir mengumumkan akan memulai sidang pengadilan terhadap Presiden Muhammad Mursi pada Senin, 4 November besok. Sidang pengadilan terhadap presiden pilihan rakyat Mesir tersebut akan dimulai ketika banyak warga negara Afrika Utara itu meyakini bahwa pemerintahan sementara adalah pemerintahan ilegal dan hasil dari kudeta militer. Menurut pihak berwenang Kairo, Mursi dan 14 pemimpin Ikhwanul Muslimin akan diadili atas tuduhan kekerasan dan provokasi pembunuhan para demonstran pada bulan Desember lalu di depan istana kepresidenan Mesir (selengkapnya baca di indonesian.irib.ir ).
Sekitar 116 hari pasca tergulingnya Mursi, pemerintah interim Mesir berusaha menghakimi mantan presiden yang dipilih oleh rakyat secara demokratis tersebut dan sejumlah pemimpin Ikhwanul Muslimin atas dasar tuduhan memprovokasi pembunuhan pengunjuk rasa pada Desember lalu. Sementara itu, warga Mesir menuding pemerintah sementara telah terlibat dalam pembunuhan ribuan demonstran dan hingga kini pengadilan Mesir menganggap tidak perlu untuk memenuhi tuntutan para korban pembunuhan tersebut, khususnya insiden kekerasan pada bulan Juli dan Agustus.
Begitulah, setelah diculik dan ditahan di tempat yang dirahasiakan oleh militer, kini Mursi akan diadili untuk suatu tuduhan yang sangat dipaksakan. Sementara penguasa militer sendiri telah terbukti sangat nyata melakukan berbagai kekerasan dan pembunuhan, yang terekam dalam siaran televisi internasional dan youtube. Meskipun militer telah menggunakan kekerasan dan pembungkaman pers, namun jalan untuk mengadili Mursi bukanlah hal yang mudah. Upaya ini mendapat perlawanan, bukan hanya dari pendukung Mursi, namun juga seluruh rakyat Mesir yang menentang militerisme dan menghendaki kembalinya kehidupan demokrasi.
Dan dunia pun terus memantau kondisi politik di Mesir. Sementara penguasa militer tidak dapat memberikan sesuatu yang lebih baik daripada era Mursi. Kehidupan demokrasi jelas jauh lebih buruk. Bahkan kondisi ekonomi justru semakin memburuk. Harga bahan pokok melambung tinggi. Sementara pariwisata yang selama ini menjadi unggulan, anjlok ke titik terendah. Yang sangat miris, dunia olah raga pun tak luput dari intervensi militer. Setelah kementerian olah raga Mesir mencari kambing hitam atas kekalahan timnas Mesir dari timnas Ghana untuk memperebutkan tiket ke Piala Dunia di Brazil 2014, kini olah raga kungfu tak luput dari politisasi penguasa. Atlet kungfu Mesir Mohammed Youssef, setelah memperoleh medali emas pada turnamen internasional kungfu di Rusia, bukannya mendapat penghargaan, malah medalinya disita. Hal ini gara-gara ia terlihat mengenakan kaos berlambang Rabiah atau simbol empat jari, sebagai solidaritas atas para korban pembantaian di Rabiah Adawiyah.
Kudeta militer telah berlalu lebih dari empat bulan, namun penguasa militer tak juga mampu menguasai negara. Perlawanan yang sempat surut dan tiarap setelah pembantaian di Rabiah Adawiyah, kini berangsur bangkit kembali. Hingga kini, hampir tiada hari tanpa demo. Tidak ada lagi ketakutan. Bahkan perlawanan itu kini meluas, tidak hanya dari pendukung Mursi, melainkan juga dari kelompok pro demokrasi, anti militerisme dan pejuang hak asasi manusia. Di satu sisi, pengadilan Mursi dipandang militer akan menjatuhkan legitimasi Mursi sebagai presiden. Namun di sisi lain, pengadilan itu justru menjadi momen untuk pertama kalinya Mursi tampil di depan umum pasca kudeta militer.
Meskipun terlihat tak berdaya, kini Mursi justru menjadi ikon perlawanan rakyat Mesir. Membunuh Mursi mungkin sangat mudah dilakukan oleh militer. Tapi militer pasti akan berpikir seribu kali untuk melakukannya. Jika anda pernah menyaksikan film kolosal berlatar belakang sejarah Romawi yang berjudul “Gladiator”, seperti itulah perumpamaan yang terjadi di Mesir kini. Mursi merefleksikan seorang Maximus, jenderal Romawi yang disingkirkan. Dan Al-Sisi merefleksikan seorang Commodus, kaisar Romawi yang mengkudeta ayahnya sendiri Marcus Aurelius, dan menyingkirkan Maximus, sang jenderal yang setia kepada Marcus.
Apa yang dipersiapkan Mursi untuk menghadapi pengadilan tanggal 4 November besok? Tidak ada rasa takut. Bahkan Mursi dengan tegas menolak kewenangan pengadilan yang akan mengadili dirinya. Karenanya, Morsi tak menunjuk pengacara untuk membela dirinya. Ini sangat luar biasa. Bahkan keluarga Mursi sendiri menyatakan bahwa pihak keluarga tidak menghendaki ada pengacara yang datang untuk membela Presiden Mursi.
“Tidak ada pengacara yang akan membela Presiden Muhammad Mursi, baik dari warga Mesir maupun asing, sebab presiden tidak mengakui pengadilan itu atau setiap tindakan dan proses hasil dari kudeta itu,” kata Aliansi Anti-Kudeta yang dipimpin Ikhwanul Muslimin dalam sebuah pernyataannya. Kelompok itu mengatakan satu tim pengacara Mesir akan menghadiri sidang pengadilan itu dengan Mursi, tetapi hanya untuk memantau proses itu, tidak untuk membela dia.
Aliansi Anti-Kudeta menyebut pernyataan mereka itu dipicu oleh laporan-laporan palsu dari kelompok media pro-militer yang mengatakan Ikhwanul Muslim telah menunjuk para pengacara dari Turki dan Qatar untuk mendampingi Mursi. Mereka juga menyerukan agar para pegiat hak asasi internasional dan para pengacara untuk menghadiri sidang itu untuk melihat langsung penginjakan keadilan itu (selengkapnya baca di merdeka.com ).
Lalu apa yang dipersiapkan oleh penguasa militer menghadapi sidang 4 November besok? Justru pihak penguasa yang dicekam kecemasan. Laporan indonesian.irib.ir menyebutkan, Muhammad Ibrahim, Mendagri Mesir meninjau markas polisi Tora yang menjadi tempat pengadilan Mursi. Ibrahim juga meninjau seluruh titik keluar-masuk lokasi pengadilan tersebut untuk memastikan tingkat keamanan lokasi tersebut.
Menyusul rencana pengadilan tersebut, seluruh pintu masuk menuju Bundaran Tahrir dihalangi dengan pagar kawat berduri dan berbagai penghalang besi serta sekitar 22 kendaraan lapis baja di sekitar Bundaran. 15 kendaraan lapis baja juga dikerahkan di sekitar gedung pasukan garda kepresidenan, serta 20 kendaraan polisi dan 10 kendaraan lapis baja ditempatkan di sekitar istana Al-Ittihadiyah. Di Giza, Bundaran A-Nahdhah Mesir dan Mustafa Mahmoud juga ditutup. Berbagai kendaraan lapis baja militer juga dikerahkan di berbagai jalan dan bundaran-bundaran penting.
Begitulah, drama “Gladiator” tengah terjadi antara Al-Sisi (sebagai Commodus) melawan Mursi (sebagai Maximus). Pikiran Commodus selalu diliputi kegalauan akan dirinya yang tidak juga mampu mendapatkan hati rakyat. Commodus tidak pernah tenang, semua orang dicurigai dan diintai. Bahkan kakaknya sendiri, Lucilla diintai karena justru bersimpati kepada Maximus. Sementara Maximus yang tertawan sebagai gladiator, semakin mendapatkan simpati dari rakyat.
Melihat rakyat Romawi yang terbius oleh pertunjukan gladiator, akhirnya Commodus mengambil jalan yang berani dan “jantan”. Ia “menantang” Maximus di arena gladiator. Sayangnya Commodus tak cukup jantan untuk berhadapan dengan Maximus. Sebelum masuk ke arena, Maximus yang terikat tangannya dilukai hingga mengucur darah segar dari punggungnya. Tapi Al-Sisi ternyata jauh lebih pengecut ketimbang Commodus. Ia tidak berani berhadapan langsung melawan Mursi untuk mendapatkan hati rakyat. Setelah menunggangi demo anti Mursi pada bulan Juni lalu, kemudian mengeksekusi sebuah kudeta, yang disebutkan sebagai “upaya penyelamatan negara”, kini perlahan-lahan ia menunjukkan ambisinya. Nama Al-Sisi mulai disebut-sebut sebagai calon presiden oleh para petinggi militer dan media pemerintah militer. Padahal pemilu yang dijanjikannya belum jelas kapan akan digelar.
Akankah Al-Sisi mampu mendapatkan hati rakyat, dan berkuasa selama 40 tahun mendatang seperti halnya Mubarak? Lalu bagaimana dengan keselamatan Mursi? Mursi sendiri mengatakan, akan tetap teguh dan berjuang hingga nafas terakhir. Dan siapakah di antara keduanya yang akan dikenang oleh rakyat? Lagu “Remember Me”, soundtrack film “Troy” yang dinyanyikan oleh Josh Groban hanya pantas dipersembahkan kepada seorang pahlawan, bukan pecundang …………
0 komentar:
Posting Komentar