Wacana tentang sistem syariah bukan sebuah hal baru dalam dinamika sejarah bangsa Indonesia. sejak awal kemerdekaan wacana tersebut telah berkembang dari hal yang sangat mendasar, yaitu tentang dasar negara yang tertuang dalam Pancasila hingga pewajiban syariat Islam bagi pemeluknya. Perdebatan tersebut terjadi antara tokoh-tokoh yang merumuskan kemerdekaan Indonesia. Ketika itu, kaum nasionalis-sekular seperti Soekarno berdebat panjang dengan kaum intelektual Islam tentang ideologi negara. Keputusan akhir dari perdebatan itu adalah penetapan Pancasila, yang ada seperti saat ini sebagai dasar negara (Madinier, 2013: 56-64).
Perdebatan itu tidak berhenti dalam ruang siding, namun terus berlangsung dalam dinamika proses pelaksaan demokrasi di Indonesia pada era-50an. Wacana tersebut berkembag hingga pembentukan partai sebagai elemen penting dalam sistem demokrasi. Beberapa partai Islam yang ada pada saat itu ialah Masjumi, Nadhlatul Ulama’, Perti, dan PSII.
Pendirian partai-partai Islam dimulai ketika pemerintah Indonesia mengeluarka maklumatnya pada 3 Oktober 1945. Namun, pada saat itu kalangan ummat Islam beranggapan pada waktu itu bukanlah saat yang tepat untuk mendirikan partai sedangkan ummat sedang dipersatukan. Hal ini tercermin dalam pidato Dr. Soekiman Wirjosandjojo yang merupakan pimpinan Masjumi pada saat itu:
“Dalam sa’at jang seganting ini, jang menghendaki persatoean Ra’jat lahir batin setegoeh-tegoehnja, pengoemoeman dan andjoeran Pemerintah mendirikan partai-partai jang berakibat terpetjah belahnja Ra’jat, kita sesalkan” (dalam Noer, 1987: 47 dan Madinier, 2013: 67).
Meski terdapat kekhawatiran, pendirian Partai Masjumi tetap berjalan. Ketika itu, Masjumi disokong oleh beberapa ormas Islam, yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama’, Perikatan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam, yang disusul dengan bergabungnya Pesatuan Islam dan Al-Irsyad Al-Islamiyah (Noer, 1987: 49). Bergabungnya beberapa ormas Islam tersebut memperlihatkan kekuatan Masjumi sebagai representasi politik umat Islam saat itu, namun bukan berarti partai Islam lainnya tidak memiliki konstituen yang setia.
Pada tahun 1952 kekuatan Masjumi sedikit melemah sebagai akibat dari konflik internal yang terjadi ditubuh Masjumi. Konflik itu akhirnya melahirkan sebuah partai politik Islam baru. Ketika itu, NU menarik diri dari keanggotaan Masjumi dan membentuk partai NU. Hal yang sama diikuti oleh Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti) yang pada November 1952 mengundurkan diri dan menjadi partai politik tersendiri.Kemunculan Perti disebabkan ketidak harmonisan dengan Majelis Islam Tertinggi (yang juga tergabung dalam Masjumi) (Noer, 1987: 72-73).
Perpecahan di tubuh partai Islam ternyata telah terjadi pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Apa yang dikhawatirkan oleh Pengurus Besar Masjumi ternyata terjadi. Mengelola sebuah partai yang anggotanya terdiri dari berbagai latar belakang bukan sebuah hal yang mudah, walaupun sudah dibingkai dalam semangat Ukhuwwah Islamiyah.
Meskipun begitu, kekuatan Masjumi masih besar, terbukti pada saat Pemilu 1955 dilaksanakan, masjumi merupakan partai Islam yang mendapatkan suara terbanyak, yaitu sebesar 20,9%. Jumlah kursi yang diperoleh Masjumi sama dengan jumlah kursi yang didapatkan PNI (Partai Nasional Indonesia), yaitu sebesar 57 kursi, walaupun prosentase yang diperoleh PNI lebih besar yaitu 22,3%. Namun, perolehan suara Masjumi tersebut tidak dapat mereprentasi ummat Islam, karena beberapa partai pecahan Masjumi berhasil “menggembosi” perolehan suara Masjumi seperti, NU dengan 18,41% (45 kursi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dengan 2,89% (8 kursi), Perti dengan 1,28 % (4 kursi), dan Partai Politik Tarekat Islam (PPTI) dengan 0,22% (1 kursi).
Walaupun begitu, hasil pemilu ini mengindikasikan bahwa partai Islam merupakan kekuatan penyeimbang dalam konstelasi politik nasional. Ada empat partai Islam yang masuk dalam 10 besar partai yang meraih suara terbanyak dalam Pemilu 1955, yaitu Masjumi, Nahdlatul Ulama’, PSII, dan Perti. Keberadaan partai-partai Islam ini tentunya sangat diperhitungkan dalam peta perpolitikan nasional yang nantinya akan berdampak pada pembuatan kebijakan nasional.
Daftar Pustaka
Madinier, Remy. 2013. Partai Masjumi-Antara Godaan Demokrasi & Islam Integral. Jakarta: Mizan.
Noer, Deliar. 1987. Partai Islam di Pentas Nasional. Jakarta: Grafiti Press.
0 komentar:
Posting Komentar