Diriku bukan milikku, ini yang ingin aku katakan padamu diawal, bahwa jalan hidupku telah membawaku pada pilihan hidup untuk orang lain, jauh dari gemilang materi, dan lebih banyak menghabiskan waktuku bersama senyum, tawa dan air mata orang-orang yang membutuhkan. Dari lereng pegunungan hingga kawasan kumuh perkotaan, dari pinggir sungai sampai rumah kardus di pinggir jalan, disanalah dulu kuhabiskan waktuku. Sampai suatu waktu aku sadar bahwa aku membutuhkanmu, ya.. jalan yang kuyakini sebagai jalan juang ini cukup melelahkan, meskipun aku tegar dan tak mudah menyerah, namun suatu ketika saat goyah dan lelah, aku ingin engkau yang membantuku tetap berdiri tegar. Segarang apapun diriku, sekeras apapun diriku, aku tetaplah manusia biasa… panas matahari dan debu jalanan tak lantas menjadikanmu manusia yang tak mengenal cinta, dan ku ingin engkau tahu, bahwa dirimulah orang yang ingin kucintai sepenuh hati, ini bukan ungkapan romantis, namun sebuah kejujuran sisi lain aktivis yang selama ini identik dengan sikap tegas dan keras.
Jika kau mengerti pilihan hidupku ini, aku ingin engkau mengerti bahwa dikala lelahku, engkaulah yang menjadi satu-satunya pemilik pundak tempat kusandarkan penat yang mengisi kepalaku ini, berbagi cerita, dan kita saling menanggapi. Dan engkau pun mengerti bahwa kebersamaan semacam ini tak banyak aku miliki, maka kita jadikan momen ini sebagai momen spesial.
Ah… diawal sudah kubilang diriku bukan milikku, namun diriku adalah milikmu.. walaupun kadang waktuku mesti tersita dengan para Pedagang Kaki Lima yang tergusur, para TKW yang menjadi korban pelecehan majikannya, bersama para Buruh dalam setiap tuntutan mereka, bersama para petani, korban pembalakan liar atau bahkan bersama anak-anak jalanan yang kuinginkan mereka bisa bebas dari jalanan. Mungkin engkau juga akan menemukan wajahku terpampang dikoran, muncul diberita TV, entah dengan gaya memegang megaphone, teriak-teriak atau berbagai pose lain, dengan keringat yang bercucuran, namun kuingin engkaulah yang pertama kali membasuh keringat yang menetes dari dahiku ini, engkaulah penawar lelahku, Anugerah Ilahi untukku.
Mungkin disuatu waktu, kita akan terpisah jarak karena aktivitasku, tak bisa membersamai waktumu bersama anak-anak sepanjang hari, namun jangan pisahkan cintaku dari dirimu dan anak-anak kita, aku ingin cinta kita tetap hadir bersama mereka, dengan caraku mencintaimu dan kau sampaikan pada anak-anak kita, bahwa aku tetap hadir, meski ragaku tak hadir bersama mereka. Jagalah cintaku tetap menyala untuk dirimu dan anak-anak kita.
Pilihan sebagai Aktivis mungkin akan menjadikanku orang yang berhadapan dengan Penguasa yang dzalim, Pengusaha yang culas, teror dan ancaman mungkin akan sering aku dapatkan, bahkan bisa saja itu menimpa dirimu juga, namun aku yakin engkau adalah perempuan yang kuat, tangguh dan setia mendampingiku, janganlah menangis karena semua itu, karena aku paling tak tahan melihat air mata menetes dipipimu, aku akan tetap berusaha menjagamu dengan segenap kemampuanku.
Paling buruk, Jikalaupun aku harus kehilangan nyawa karena aktivitasku, entah ditembus peluru, diracun, kecelakaan ataupun cara-cara yang lain, aku ingin engkau tetap tegar dan Sabar, jika terjadi demikian hanya satu pintaku, ceritakanlah pada anak-anak kita bahwa ayah mereka adalah orang yang hebat, teruslah didik mereka menjadi anak-anak sholeh sholehah, karena sejatinya aku tidak mati, kuharap aku akan terus hidup dalam hatimu dan hati anak-anak kita, dan kita semua akan disatukan kembali dalam keabadian kelak, dalam naungan Ridho dan Cinta-Nya.
Mungkin menjadi seorang aktivis bukanlah pilihan yang menyenangkan menurutmu, namun hal penting yang ingin aku sampaikan, engkau adalah separuh jiwaku, separuh semangatku, dan penggenap separuh agamaku, kita adalah pasangan yang saling melengkapi, menguatkan dan meneguhkan. Walaupun Susah dan Senang kondisi yang kuhadapi, aku ingin engkau senantiasa merasa bahagia ketika menjadi pendamping hidupku.
November, Jelang Hari Pahlawan
0 komentar:
Posting Komentar