Perlawanan ada dimana-mana. Salah satu perlawanan yang legendaris dalam dunia politik Indonesia era Orde Baru adalah lahirnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. PDI Surjadi yang dianggap boneka pemerintah mendapat antitesis dari kubu Megawati yang mendirikan PDIP meskipun tidak diakui oleh pemerintah saat itu. Represi terhadap gerakan ini dilakukan mulai dari gaya konvensional ala militer sampai pemberangusan citra dengan pelarangan penggunaan nama Sukarno Putri dibelakang namanya.
Perlawanan Aung San Suu Kyii juga Nelson Mandela adalah kisah perlawanan luarbiasa manusia terhadap perlakukan sewenang-wenang penguasa yang memiliki semuanya: uang, kekuasaan dan senjata.
Akar perlawanan yang kuat karena ingin mengangkat harkat kemanusiaan tanpa pamrih, selalu memiliki kekuatan yang nyaris tak pernah pupus. Namun potret perlawanan akhir-akhir ini yang tampak di depan mata kita sungguhmemiliki dimensi yang luar biasa. Keluar dari kebiasaan yaitu si fakir aset yang melawan penindas yang memiliki segalanya.
Perlawanan di era Demokrasi dengan sistem penegakan hukum yang lemah saat ini terlihat seperti sebuah arus balik. Keberadaan KPK, pejabat yang bersih, media yang gencar memberitakan kisah anti korupsi dan kesederhanaan hidup serta gelombang opini pribadi lewat media sosial dan forum-forum maya, menghadapi gelombang anti tesis dari pemilik kuasa dengan beragam polanya.
Perlawanan politik dengan mengaburkan data dan fakta dan silat retorika adalah modus klasik dan terus menerus dihembuskan sebagai upaya saling tolong menolong bagi sesama pihak yang merasa tersentil atau bahkan tersudut oleh gerakan anti-korupsi. Gerakan ini mirip dua raksasa Rupakenca dan Kencakarupa dalam dunia pewayangan yang saling menghidupkan jika salah satunya terbunuh.
0 komentar:
Posting Komentar