Banyak orang mengatakan bahwa G30S/PKI diselimuti misteri yang tidak akan pernah terungkap, sehingga melahirkan puluhan teori yang saling bertolak belakang dan berbeda dari versi pemerintah.
Akan tetapi sesungguhnya apa yang terjadi di balik G30S/PKI tidak rumit dan sederhana. Memang ada beberapa kepingan puzzle yang baru terungkap pada awal tahun 1970 melalui memoir mantan intelijen Ceko yang mengakui berada di balik G30S/PKI, yang kemudian diperkuat ketika tahun 1990an dokumen CIA yang bersifat rahasia dilepas ke publik yang membuktikan bahwa CIA tidak terlibat dalam peristiwa G30S/PKI, seperti pelemparan isu dewan jenderal atau dokumen gilchrist.
Dari serangkaian dokumen dan keterangan saksi maupun pelaku misalnya pengakuan tertulis Soepardjo “Jenderal Merah” maupun alasan keberadaan DN Aidit di Halim, pendirian Lekra oleh PKI yang dipimpin Njoto, pembentukan biro chusus yang dipimpin Aidit dan Sjam, serta alasan dinas intelijen Ceko mengirim Carmel Brickman sebagai istri anggota politburo PKI, dan data pendukung lainnya, maka telah menunjuk pada satu fakta yang tidak terbantahkan, bahwa G30S/PKI memang benar pemberontakan PKI dengan memanfaatkan perwira-perwira merah yang berhasil dibina oleh Sjam atas perintah Aidit, sedangkan Pak Harto kebetulan adalah orang yang tepat di waktu yang tepat.
Bila G30S/PKI yang katanya misterius itu ternyata memiliki fakta yang sederhana, tidak demikian dengan berbagai peristiwa yang berada di balik berhentinya Presiden Soeharto itu.
Bukti bahwa fakta di balik simpang siur adalah hari ini seorang mantan Panglima ABRI masih harus membuat artikel bantahan perihal kepergiannya ke Malang, artikel mana sebenarnya sekedar mengulang isi pernyataan beliau di memoirnya yang berjudul “Bersaksi Di Tengah Badai”.
Akan tetapi tentu saja misteri besar saat itu tidak saja berkaitan dengan menghilangnya Panglima ABRI bersama seluruh petinggi angkatan ke Malang sementara Jakarta baru terjadi peristiwa mencekam dengan terbunuhnya mahasiswa trisakti sehari sebelumnya. Tetapi pertanyaan besarnya adalah kenapa di Jakarta saat itu terjadi kekosongan pasukan?
Fakta ini tentu bisa ditudingkan kepada Prabowo, mengingat pasukan penjaga Jakarta adalah konon merupakan klik dari Prabowo. Tentang hal ini sudah ada bantahan dari Prabowo sendiri bahwa dia sendiri bingung mengapa Jakarta sepi pasukan dan sampai hari ini masih inkonklusif.
Presiden berikutnya adalah kemana presiden ad interim, BJ Habibie pada saat kerusuhan? Mengapa dia tidak muncul dan memerintahkan agar Panglima ABRI atau garnisun penjaga Jakarta mengamankan keadaan? Apakah Habibie dan klik ICMI maupun CIDES terlibat mendongkel guru dan pendukungnya dengan memanfaatkan rivalitas Prabowo-Wiranto? Ini adalah skenario yang patut dipikirkan.
Kemudian, mengapa gedung DPR dapat dengan sebegitu mudahnya diterobos oleh mahasiswa? Tanpa izin ABRI tentu sulit hal tersebut dilakukan, sebagaimana terbukti pada berbagai peristiwa pasca tragedi Mei 1998. Selain itu apa arti siaran pers dari SBY bahwa ABRI sudah tidak mendukung Pak Harto, yang kemudian dibantah oleh panglima ABRI sendiri.
Misteri lain juga tidak terpecahkan hingga hari ini, misalnya penembakan mahasiswa Trisakti, apakah ini peristiwa berdiri sendiri karena Brimob kesal dengan mahasiswa yang beberapa waktu lalu membunuh teman mereka? Atau kejadian tersebut bagian dari skenario?
Belum lagi misteri kerusuhan Mei 1998, yang mana salah satu anggota termuda tim pencari fakta ditemukan dibunuh di rumahnya setelah diperkosa orang tidak dikenal hanya beberapa hari setelah mengumumkan dugaan terjadinya pemerkosaan terhadap korban kerusuhan.
Misteri-misteri di atas masih harus ditambah dengan pertanyaan apakah benar kejadian itu adalah akibat rivalitas Wiranto dan Prabowo, dan bukan karena ada oknum di dalam ABRI atau pensiunan yang sengaja memperkeruh keadaan dan mengadu domba keduanya untuk memetik keuntungan pribadi?
Mengingat Mei 1998 sangat identik dengan Malari dan menurut Jenderal Soemitro, semua bukti menunjukan bahwa Malari kemungkinan adalah pekerjaan Ali Moertopo dan CSIS. Jadi apakah mungkin murid spiritual Ali Moertopo, Benny Moerdani dan CSIS berada di belakang layar kerusuhan tersebut? Hal ini juga mungkin saja sebab peristiwa penculikan aktivis sebelum pemilu oleh tim mawar juga dipicu dokumen yang menyebutkan CSIS membiayai aksi teror untuk mengagalkan pemilu dan partai rakyat demokratik adalah partai bentukan CSIS. Motivasi CSIS apabila benar mereka pelakunya tentu saja membuktikan bahwa mereka bisa menurunkan Soeharto secepat mereka menaikannya.
Jadi kemungkinan skenario aktor di belakang layar Mei 1998 sangat banyak dan kejadian ini jauh lebih misterius yang mana tampaknya tidak mungkin dapat diungkapkan selamanya.
Saya kira semua wartawan yang mengaku-ngaku sebagai wartawan investigatif harus mulai mencari data dan menggali lebih dalam mengenai peristiwa 1998, ketimbang terus mengorek kisah basi seputar G30S/PKI yang membosankan seperti yang dilakukan Tempo yang dalam waktu bersamaan menerbitkan edisi Ali Moertopo dan mendaur ulang edisi penjagalan terhadap antek-antek PKI. Bila wartawan Tempo tidak mampu mengungkap misteri ini, tidak perlu mengaku-ngaku ahli jurnalistik investigasi, sebaiknya mengaku sebagai wartawan gosip atau wartawan bodrex saja.
0 komentar:
Posting Komentar