Kamu di sana berbicara dengan senang dan bahagia. Aku terbahak di sini. Terbahak betulan. Bukan cuma “wkwkwk” dalam tulisan. Sampai tetangga ikut heran mendengarnya.
Kamu di sana berbicara tentang kekecewaanmu sama kondisi tempat kerjamu, tempat tinggalmu. Sedih tentang dizalimi teman. Menangis tentang kerinduanmu sama keluargami. Aku di sini ikut meneteskan air bening.
Orang-orang dulu mungkin akan bilang kita gila. Aneh. Kita bicara tanpa bersuara. Kita berbicara lewat tulisan di tuts-tuts komputer. Bisa juga tablet. Atau hape. Lewat chat di sebuah sosial media.
Lebih gila lagi, karena ternyata kita belum pernah ketemu. Hanya bermodalkan foto profil, kita bisa berbicara seakan-akan kita sudah mengenal sejak kecil. Padahal bisa saja kamu di sana cuma akting. Itu bisa saja. Tapi aku memilih untuk percaya.
Setiap kita bicara, aku membayangkan kita berada di sebuah kafe yang keren. Ada alunan musik indah. Aku dangdut. Kamu Jazz. Mengalun bersamaan pada detik yang sama tapi di dimensi yang berbeda. Aku menikmati kopi. Kamu juga. Tapi kopinya benar-benar beda. Kita seakan berada di seberang meja yang sama. Sepotong meja bagianmu ada di negara yang berbeda, yang mungkin saja lagi dingin-dinginnya akibat salju di luar rumahmu. Sepotongnya lagi ada di hadapanku, di dalam sebuah rumah sederhana, di dalam sebuah negara yang panas.
Sungguh hebat penemu sosial media. Membuat kita mengenal tanpa pernah ketemu. Membuat kita bisa sharing ilmu tanpa perlu beranjak dari kursi. Apakah kita seakrab di online saat kalau ketemu langsung. Saya percaya iya. Karena saya percaya kata-katamu mewakili hatimu. Tanpa ketemu pun, tidak masalah. Imajinasiku sudah membuat dunia maya menjadi seperti dunia nyata. Sudah cukup.
dr. Amrizal Muchtar
Pemilik Klinik Sunat BETEPE
0 komentar:
Posting Komentar