Atas desakan berbagai element masyarakat tentang kepedulian terhadap nasib para Aktivis 98 korban penculikan, Akhirnya SBY sebagai presiden Indonesia terpilih menunjuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) berdasarkan UU no 26/2000 (sumber: wikipedia), Komnas HAM ditugaskan oleh Presiden SBY untuk melakukan investigasi kasus orang hilang pada tahun 1997-1998, yang dicurigai dilakukan oleh pihak militer sebagai alat kekuasaan, untuk mengitimidasi pergerakan-pergerakan menentang kekuasaan.
Komisi untuk Orang hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) mengungkapkan data ada 23 aktivis hilang, 1 ditemukan sudah dalam kondisi tidak bernyawa lagi, 9 aktivis dilepaskan dan 13 lainnya sampai saat ini masi belum tahu nasibnya, Adanya peran militer sangat kental pada kasus hilangnya para aktivis 98 terindikasi dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Kontras.
Sedangkan temuan Komnas HAM yang tidak berbeda jauh dengan apa yang disampaikan oleh Munir pimpinan KONTRAS, dari Investigasi Komas HAM ditemukan data lapangan 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 dianiaya, 23 orang dihilangkan dan 19 orang dirampas kemerdekaannya, dari temuan itu Komnas HAM berharap itu bisa dijadikan bukti awal untuk bisa mengeruk lebih dalam lagi bukti-bukti baru tentang apa yang sebenarnya terjadi pada kasus penculikan Aktivis 97-98.
Mekanisme selanjutnya dari hasil Investigasi Komnas HAM Adalah menyerahkan semua temuan Komnas HAM kepada Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti,mati surinya tidak lanjut Jaksa Agung terhadap temuan Komnas HAM, yang membuat Komnas HAM mengambil langkag upaya dengan meminta DPR untuk mendesak Presiden SBY segera menindak lanjuti temuan Komnas HAM, kurangnya tekanan dari Presiden dianggap oleh Komnas HAM mengakibatkan kasus pelanggaran Ham 98 tidak bisa tuntas sampai pada akar otak pelaku penculikan.
Kasus yang hanya berakhir pada melakukan sidang militer terhadap anggota tim Mawar, tim kecil di kesatuan Kopassus ini di vonis menjadi dalang atas kejadian penculikan para Aktivis, 10 orang diadli untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, sidang yang hanya bisa menyentuh tentara berpangkat rendah ini, Prabowo sebagai Komandan Jenderal Kopassus seharusnya menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas kejadian itu, atas dasar struktur ranting Komando. Prabowo pada saat itu hanya mendapat sangsi pemecatan, setelah itu Prabowo mengasingkan diri ke Yordania, yang kabarnya untuk menghindari pemeriksaan lebih lanjut atas kasus pelanggaran HAM.
Dimana letak kesalahan strategi SBY, ketika kasus ini di tangani oleh Komnas HAM dan kemudian melakukan investigasi lalu memberikan rekomendasi untuk ditindak lanjuti oleh Jaksa Agung, dan apa yang dilakukan oleh Presiden saat itu, Presiden hanya menyerahkan begitu saja kasus ini ditangani oleh Jaksa Agung tanpa mengawal dengan baik perkembangan kasus ini dan bagaimana Jaksa Agung menindaklanjuti rekomendasi temuan Komnas HAM.
SBY tidak mau melakukan penanganan yang serius terhadap kasus pelanggaran HAM ini, SBY hanya mencari mudah dengan menunjuk jaksa Agung tanpa ada pengawalan jelas, Kejaksaan yang pada saat itu masih masuk angin terhadap kepentingan, tentu tidak bisa berbuat banyak untuk bisa menyeret Prabowo ke pengadilan yang lebih berat, seperti Pengadilan Tinggi Militer. atau bila perlu dibawa ke Pengadilan Pidana Internasional.
Jika saat itu SBY melakukan apa yang harus dilakukan sebagai Presiden tidak takluk dengan kompromi kepentingan pada saat itu, mungkin saat ini jika terbukti bersalah kemungkinan Prabowo masih menjadi pesakitan dipenjara sebagai terpidana pelaku pelanggaran HAM, bukan seperti saat ini Prabowo bisa dengan bebas melakukan manuver-manuver politik tanpa sedikitpun khawatir kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas itu akan menghambat langkahnya bersaing di Pilpres 2014 nanti.
Mungkin saat itu SBY masih sangat percaya diri akan kecemerlangan partai Demokrat, mungkin SBY tidak akan mengira Demokrat bisa begitu terpuruk seperti saat ini, dan yang paling sangat tidak disangka oleh SBY bagaimana seorang mantan Danjen Kopassus yang sangat bermasalah itu bisa mempunyai elektabilitas yang cukup tinggi jauh diatas elektabilitas para kandidiat konvensi Demokrat.
Bisa dianggap keputusan SBY berkompromi adalah kesalahan strategi politik dalam memprediksi apa yang akan terjadi jauh kedepan, pembiaran Prabowo pada saat penuntasan kasus penculikan Aktivis 98, bisa menjadi bumerang negatif bagi SBY, seperti yang banyak kita tahu SBY banyak menyisakan kasus korupsi yang nyaris menyeret namanya, jika kaumnya tidak berkuasa setelah 2014 maka banyak kemungkinan kasus-kasus korupsi yang masih menggantung seperti skandal Bank Century akan diangkat kembali oleh penggantinya, Penguasa baru Republik ini.
-Jalan Satu Satu-
0 komentar:
Posting Komentar