blazer korea murah

Buruh Berhak Kaya dan Menabung, juga punya Moge Ninja



Beberapa hari ini, media Massa di Indonesia, tengah disibukkan hajatan demo buruh di Jakarta, menuntut kenaikan upah. Tuntutan ini, Baik buruh sebagai penuntut maupun yang Pengusaha sebagai dituntut, menghadapi hal ini, sebenarnya bagai menghadapi buah simalakama.


Bagi buruh, tuntutan ini merupakan buah simalakama ketika di antara himpitan kebutuhan hidup sebagai rasio inflasi dan kenaikan harga barnag barang, berhadapan langsung dengan realitas bila pengusaha yang (benar rugi) lalu hengkang dari Indonesia ini


Sedangkan bagi Pengusaha yang dituntut, juga berada dalam himpitan ekonomi global seperti juga sekaligus himpitan birokrasi dan berbagai biaya produksi yang ada dalam negeri,


Beberapa waktu lalu, sebuah media online diberitakan bahwa para pengusaha siap menggaji pekerja dengan gaji kurang lebih sama dengan gaji pekerja di negara Jiran, namun mereka juga menuntut kondisi dan `suasana` ekonomi sama pula sebagaimana yang ada seperti di Singapura. Baik proses produksi, transportasi, biaya biaya di pelabuhan dan sebagainya.


`Tamparan` pengusaha ini ada benarnya sekaligus ada salahnya. Membandingkan Indonesia, atau anggaplah Pulau jawa saja, dengan `Negara` Singapura bukanlah sebuah perbandingan yang sepadan. Bila di Negara ini, Singapura hanya sebuah kota kabupaten, bagaimana mau dibandingkan dengan sebuah negara dengan wilayah berjuta Kilometer?


Bagi Pengusaha, mengharapkan seluruh fasilitas yang ada di Indonesia baik dari sarana prasarana jalan pelabuhan dan seterusnya untuk bisa dengan `kabupaten` Singapura, adalah suatu hal yang tidak masuk akal. Seharusnya sejak awal berinvestasi di Indonesia, mereka sudah mengetahui Kondisi ini, Sebaliknya bagi Pemerintah, supaya mereka — juga kita rakyat Indonesia tahu, bahwa dengan adanya `statement` yang ada di media Online tersebut, bahwa faktanya, bila mereka mampu menggaji pekerja di Indonesia sama dnegna pekerja di Negara tetangga, maka pertanyaa kenapa gaji yang diterima buruh disini hanya seperlima, atau bahkan sepersepuluhnya, maka jawabannya, tidak lain karena pengusaha adalah `sapi perahan` birokrasi di negara ini, lewat pungli pungli, kemacetan transportasi intinya managemen yang amburadul dan missed link antara dunia usaha ketika `berjumpa` dengan dunia birokrasi.


Sampai akhirnya di Kompasiana ini ada yang menulis, bahwa beberapa pendemo buruh, ternyata menunggangi `Kawasaki Ninja`, lalu asumsinya, ternyata bahwa tuntutan kenaikan Upah ini, bagi buruh hanyalah wujud dari usaha melanggengkan `kehedonisme`an buruh.


Alangkah naifnya, hanya karena pandangan yang tertuju pada beberapa gelintir orang saja, tentu bukan pembenaran bahwa telah terjadi hedonisme di kalangan buruh secara mayor. Ataukah, `jabatan` buruh Tidak boleh Kaya? Hedonisme adalah sifat Individu, baik berpenghasilan kecil, atupun besar.


Seabliknya yang dituntut buruh adalah sebuah tuntutan yang lebih mayor dan realistis terhadap tuntutan kehidupan yang nyata dalam kehidupan mereka. Banyangkan bila hal ini menjadi pembenaran, hanya karena Motor Ninja saja, menjadi justifikasi `hedonisme` sebagai pembenaran perilaku buruh atas tuntutan kenaikan Upah ini, sebaliknya bos bos perusahaan tersebut menggunkan mobil mercy yang berharga 900 juta-an, 1 milyar-an.


Seorang kawan yang juga pernah bekrja di salah satu Peusahaan di Kaw Industri Jababeka, yang sekrang memilih bekerja di negara tetangga, bilang, `kalau di Indonesia, penghasilan sebulan, ya habis untuk Bulan itu. Mana bisa nabung, sebutnya. Sebaliknya, dengan kondisi kerjanya saat ini, meski dengan jumlah yang tidak begitu banyak, kemampuan menabung masih dapat dilakukan dari menyisihkan dari gaji bulanannya.


Memang tidak ada pihak yang dapat kita benarnkan, perusahaan yang memberikan gaji yagn tidak berbanding dengan fakta kebutuhan di kehidupan nyata ataupun bila buruh yang senantiasa berdemo memaksa maksa pengusaha untuk menaikkan Upahnya, dari dua kondisi ini kapan mau tenang bekerja?


Walhasil beberapa poin tentu kita dapatkan, Pertama, Kaya, Menabung dan hidup berkecukupan adalah hak semua orang yang Bekerja, jangan lantas ketika ada tanda tanda `berkecukpan` buruh di tudinig sebagai biang kerok kaum hedonis. namun, harusnya, pemerintah (lagi lagi) membuat edukasi yang berkesinambunga n (bukan cuma sinetron hedonis) yang di tayangkan.


Kedua, dari Pemberitaan media online kami sebutkan diatas, Bagaimanapun, ketika sudah terjadi sebuah kondisi seperti demo buruh di setiap tahunnya seperti saat ini, untuk memperbaiki iklim usaha, investasi dan memperbaiki makro ekonomi Indonesia, secara lebih luas, sudah seharusnya ada perjanjian antara pemerintah dengan pengusaha yakni misalnya pemerintah akan me-reformasi iklim usaha besar besaran. Ekstrimnya, pajak 0% dalam kegiatan perusahaan atau yang lain. Perbaikan jalan dengan kualitas Asphalt yang bagus, meningkatkan kapasitas Bongkar muat di Pelabuha, sehingga menghemat masa kirim, juga penghapusan pungli pungli dnegna hukuman yang jelas untuk pelakunya. Namun, di sisi lain Pengusaha juga di berikan janji mengikat seperti halnya realisasi kenaikan upah buruh ini.


Bila buruh berkecukupan, anak anak mereka berpendidikan, bukankah, kembalinya juga pembangunan dan sumberdaya manusia Indonesia yang Kompeten, bukan? Saya Yakin seyakin yakinnya, meeka adalah buruh-buruh pribumi dari seluruh pelosok Indonesia ini, Jika suatu saat mereka Kaya, mereka tidak akan membawa hartanya pergi ke Cina, malaysia, hongkong dst, Paling paling ya dibawa balik ke negara Asalnya : Wonogiri.



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/01/buruh-berhak-kaya-dan-menabung-juga-punya-moge-ninja-604406.html

Buruh Berhak Kaya dan Menabung, juga punya Moge Ninja | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar