Salah satu yang menarik dan belakangan ini menjadi perhatian media adalah ketika ada ada persaingan, konflik, dan pertentangan di internal partai. Maka tak jarang juga dalam pemberitaan media ada dinamika di internal parpol yang mengesankan terjadi persaingan kuat di internalnya. Dan menjadi menarik lagi jika pertentangan itu melibatkan keluarga yang kebetulan sama sama aktif di partai. Itu yang mungkin menjadi poin menarik bagi sebagian kalangan pewarta, untuk menciptakan pemberitaan yang “hot news” terkait dengan dinamika di internal PDIP, khususnya dalam hal pemberitaan kedua anak pasangan Megawati Soekarnoputri dan almarhum Taufiq Kiemas, yakni M Prananda Prabowo dan Puan Maharani.
Pada Sabtu (5/10/2013) lalu, saat Mega diajak keliling blusukan ke ke Waduk Pluit, Jakarta Utara dan Waduk Ria-Rio, Jakarta Timur oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, yang diajak menemaninya adalah Nanan-panggilan akrab M Prananda Prabowo beserta perempuan yang selalu menyertai Mega yakni mantan Menteri Perdagangan Rini Sumarno. Mereka berangkat dari kediaman Mega di Teuku Umar dalam satu mobil Toyota Vellfire hitam bernomor polisi B 3 ini. Biasanya, di mobil tersebut Jokowi dan Mega duduk di bangku tengah, sementara Prananda dan Rini di bangku belakang. Kontan saja, acara blusukan itu menimbulkan spekulasi apakah Mega memang sedang memamerkan ke publik putranya itu. Terlebih, belakangan sudah mulai ada yang menggadang-gadang, baik itu dari internal maupun dari luar PDIP agar Jokowi yang saat ini menjadi capres terkuat karena paling tinggi elektabilitasnya dalam berbagai survei untuk berpasangan dengan Nanan. Bahkan, sudah mulai beredar juga di jejaring sosial foto Jokow-Prananda dengan logo hurup JP.
Setelah dicari-cari tidak ada restoran, mobil yang dinaiki Joko Widodo, Megawati dan Prananda Prabowo berhenti di salah satu warteg 21 (Ma’Djen) yang berada di Jalan Tanah Mas Raya, Kelurahan Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur.
“Kunjungan Mas Jokowi bukan kunjungan mendadak ke rumah Ibu Mega dan tidak ada pembicaraan khusus. Kedatangan Mas Jokowi untuk mengajak Ibu Mega mengunjugi, melihat secara langsung waduk Pluit,” kata Wakil Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
Sementara bagi Jokowi, ajakan ke Mega untuk keliling ke Waduk Pluit dan Waduk Ria Rio bukanlah politis sebagaimana dipersepsi banyak orang. Sederhana saja, Jokowi mengenal Mega sebagai sosok pecinta tanaman dan yang berkaitan dengan pertanian.
“Saya sampaikan pada beliau, Bu, kalau ada waktu longgar, kita ke Waduk Pluit dan Ria Rio,” ujar Jokowi.
Jokowi sengaja pamer ke Mega bahwa di Waduk Pluit ada tanaman-tanaman bagus. Sedangkan di Waduk Ria Rio, ada tanaman antik.
Lalu apa maknanya ketika Mega juga mengajak putranya, Nanan, dalam blusukannya dengan Jokowi? Apakah ada kaitannya dengan persiapan Pilpres? Perempuan yang oleh kader PDIP kapasitas dan insting politiknya melebihi profesor doktor itu dengan kalem hanya menjawab:
“Kamu tunggu tahun depan ya,” kata Mega.
Setelah keliling ke Waduk Pluit dan Waduk Ria Rio, Mega dan Jokowi beserta Nanan mampir makan di Warteg 21 Ma’ Djen, di Jl Tanah Mas Raya, Pulomas, Pulogadung, Jakarta Timur.
Kemunculan Nanan dalam menyertai Mega itu sempat diruning oleh beberapa media, khususnya media online. Diantara pemberitaan mengarahkan upaya Mega mengenalkan anak keduanya di publik untuk kepentingan 2014. Hingga wajar ketika menimbulkan pertanyaan kemana Puan Maharani, putri Mega yang sudah lebih dulu terjun ke politik?
Tetapi, entah disadari atau tidak, entah itu dirasakan atau tidak oleh Mega, bahwa di luar sana, atau bahkan di internal sudah ada yang mulai membandingkan, atau bahkan cenderung mengadu antara Puan dan Nanan, nyatanya Mega tetaplah figur yang sulit ditebak, apa sebenarnya rencana politiknya ke depan. Tanpa memberikan penjelasan soal adanya wacana yang berkembang mengenai siapa anaknya yang disiapkan muncul di kancah politik, Mega sepertinya hanya mau menunjukkan bahwa baik Puan maupun Nanan adalah sama-sama anaknya yang punya ruang dan peran sama, termasuk dalam hal peluang di kancah politik.
Buktinya, setelah pada Sabtu tanggal 5 Oktober mengajak Nanan menemani Jokowi keliling Waduk Pluit dan Ria Rio, tidak lama setelah itu, atau tepatnya pada hari Rabu tanggal 9 Oktober yang mendampingi Mega diskusi Perempuan dan Peradaban Indonesia adalah Puan. Bahkan, dalam kesempatan itu Mega sempat berujar keinginannya agar ke depan ada lagi Presiden dari perempuan.
“Setelah saya dulu memimpin, harusnya ada pemimpin perempuan lagi. Peran perempuan harus dimaksimalkan karena selama ini masih kurang maksimal,” kata Mega.
Pernyataan Mega itu kemudian juga menimbulkan asumsi apakah yang dimaksud itu adalah menyiapkan Puan untuk Pilpres mendatang?.
Lalu bagaimana respon Puan?
“Menurut kalian bagaimana? Artikan sendirilah,” kilah Puan sambil tersenyum, seusai diskusi yang dihadiri beberapa aktivis perempuan dan aktivis HAM di Kantor DPP PDIP.
Puan tidak mau ikut berspekulasi soal pernyataaibunya itu. Dia hanya memastikan bahwa Mega memang menginginkan ada calon presiden perempuan di kemudian hari.
“Masa nggak ada perempuannya sama sekali,” ujarnya.
Jadi, apa kesimpulannya? Menurut penulis sendiri, terlepas ada upaya dari luar atau bahkan di internal ada yang coba berkubu-kubuan, Mega tetap menunjukkan bahwa tak mungkin sebagai ibu dia mau anaknya diadudomba. (*)
10 Oktober 2013
0 komentar:
Posting Komentar