Dewasa ini telinga kita akan lebih erat dengan opini/wacana tentang media dan perselingkuhannya, baik dengan partai politik tertentu atau bahkan dengan lembaga survei yang hal tersebut sudah didiskursuskan dalam berbagai tulisan di media massa (Surat kabar, Online, atau elektronik). Memang sudah tak jarang partai politik hadir di berbagai media terutama Televisi tentang pencitraan capres-cawapres parpol guna persiapan pemilu 2014. Kita ambil contoh kasus Aburizal Bakrie yang sudah sejak kemarin secara tersirat maupun tersurat tampil di media miliknya, senada dengan Harry yang juga memanfaatkan media miliknya dengan baik dalam pencitraan dirinya, masih banyak pemilik media lain yang juga melakukan hal serupa dengan mereka.
Maka di era ini siapa lagi yang akan memperbincangkan kemurniaan fungsi media massa jika media tersebut pun juga dimiliki oleh berbagai partai, yang menjadi pertanyaan besar kita adalah “Mau dibagaimanakan dan dikemanakan paradigma masyarakat terutama masyarakat awam tentang pengertian mereka terhadap partai politik, sedang mereka secara bersamaan, terus-menerus diserbu oleh iklan-iklan pencitraan berpuluh-puluh partai politik di televisi?”
Sedangkan media massa dan partai politik, memiliki hubungan erat dengan masyarakat luas. Seperti yang telah disampaikan oleh Ibnu Hamad, dalam Menggugat Partai Politik menjelaskan hubungan antara media massa dan politik sebagai dua sisi mata uang dalam interaksi yang saling mempengaruhi. Maka sangatlah jelas bahwa masyarat disini berposisi diantara gempuran media tentang pencitraan para tokoh-tokoh politik. Untuk menjauhi media massa? Itu tidak mungkin, karena kita pun menyadari bahwa fungsi utama media massa adalah memberikan informasi, atau kita apatis pada pencitraan dan yang terkait dengan partai politik? Itu juga lebih tidak mungkin, karena bagaimanapun yang namanya partai politik juga berurusan dengan masyarakat.
Seirama dengan perspektif Ibnu Hamad, Deddy N Hidayat menyebut bahwasanya, media massa telah menjelma menjadi media driven politics. Dalam arti, setiap momentum politik tidak mungkin meniadakan kehadiran media massa. Dalam fungsinya sebagai driven politics, media massa menjadi penghubung antara partai politik dengan masyarakat. Selain itu media massa maupun partai politik, pada prinsipnya membutuhkan dan dibutuhkan masyarakat. Partai politik atau politisi pada umumnya, salah satunya berurusan dengan sirkulasi kepemimpinan nasional maupun lokal melalui arena Pemilu, Pilpres dan Pilkada. Sementara media massa, merupakan jembatan ide-ide dan kepentingan yang berhubungan dengan masyarakat luas. Secara teoritis, keduanya dapat bersinergi mewujudkan kehidupan politik yang lebih baik dan berkualitas.
Akan tetapi yang harus menjadi tanggung jawab kita sebagai bagian dari masyarakat penikmat atau pengamat media massa dan partai politik adalah kontrol informasi, artinya kita tidak hanya selalu menjadi penerima informasi secara mentah-mentah tanpa kita analisa tanpa kita pertimbangkan serta kita amati dengan baik, apakah itu akan membawa dampak positif atau negatif pada kehidupan kita tentunya. Karena ini juga tentang kesesjahteraan rakyat indonesia, kejujuran dalam pemilu. Perlu kita ingat dan kita sadari, kunci terbesar atau kunci paling utama tentang sukses atau tidaknya pemilu 2014 terlepas dari bawaan media adalah kita, masyarakat yang akan menentukannya, karena kita punya hak suara. Maka dari itulah seharusnya kita mampu bertindak tegas, tanggung jawab terhadap keberadaan media massa yang sudah menjadi jembatan para politisi beriklan agar kita tidak terjebak diposisi masyarakat awam yang terlena pada segala sesuatu yang dipersembahkan oleh media, meski pada prinsipnya media memanglah wadah informasi, hiburan, pendidikan bahkan segala macam yang dibutuhkan oleh masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar