Hari ini saya terkesima membaca berita tentang Mendagri kita yang meminta kepala daerah untuk bekerja sama dengan FPI dan berita-berita turunannya yang rata-rata berisi opini para anggota-anggota dewan yang katanya terhormat. Belum lagi opini-opini para kompasioner yang rata-rata mulai bermain persepsi di dalamnya.
Langsung saja dech, dari berita di atas, Menurut saya tidak ada yang salah dengan pernyataan Pak Mendagri itu. Bukankah maksud dari GF, adalah untuk lebih menguatkan civil society di negeri ini. Bukankah hal tersebut merupakan cita-cita reformasi yang akan kita wujudkan bersama . “Bukankah begitu, teman?.
Sebenarnya yang salah adalah kenapa setiap orang yang membaca pernyataan itu menggunakan persepsinya sendiri, dan menjadikan persepsi itu atau bahkan mendorong persepsi tersebut menjadi opini public.
Justru pemikiran-pemikiran seperti inilah yang akan mematikan Jiwa Demokrasi di negeri ini. Kita selalu terbiasa dengan persepsi, sehingga pada akhirnya menjadi sebuah streotipe dan berujung kepada buruk sangka, seperti yang pernah saya tulis dalam tulisan sebelumnya.
http://muda.kompasiana.com/2013/10/25/ayo-pemuda-saatnya-merubah-mindsetmu–604667.html
Coba di baca kembali, berita itu secara seksama dan fahami kalimat-kalimat tersebut secara keseluruhan, bukan hanya sebagai potongan kalimat. Kemudian hapus stereotype negative anda tentang sebuah Ormas, kemudian mulailah mengunakan akal sehat anda untuk menyaring informasinya, setelah itu barulah mengambil kesimpulan.
Soal FPI, emangnya ada yang salah dengan FPI ? Kenapa semakin banyak orang inin membubarkan FPI dengan alasan premanisme ?. Bukankah ada juga ormas lain yang beberapa oknumnya juga terindikasi melakukan hal yang sama. Jadi sebenarnya yang di benci orang itu FPI sebagi ormas atau ideology FPI itu sendiri. ? Saya sich berharap yang di benci itu adalah oknum FPI nya yang mengganggu ketertiban umum, bukan FPI sebagai ormas besarnya, apalagi mencemaskan ideologinya. FPI sebagai ormas bisa kapan saja untuk di bubarkan, jika memang ormas tersebut melanggar UU yang berlaku. Yang jadi masalah adalah jika yang di khawtirkan public adalah Ideologinya. Bagaimana cara membubarkannya ? Paling-paling yang terjadi hanyalah perang ideology. Nah…pada titik inilah yang bahaya. ?
Jadi please dech, jangan bermain-main dengan persepsi dech.!!!
Menurut saya juga nich, sebenarnya ada indikasi upaya-upaya untuk menanamkan stereotype buruk kepada suatu ormas, karena mungkin ormas tersebut di anggap mengganggu ketertiban umum. Pertanyaannya: Ormas itu khan anggotanya rakyat Indonensia juga khan, yang mempunyai hak yang sama untuk berserikat. Soal ada beberapa oknum orman yang bermasalah, saya rasa itu harus di pisahkan dari ormasnya. Dan itu tugas polisi untuk menyelidikinya, bukan tugas masyarkat juga untuk ikut menghakiminya. Selain itu Menurut saya semua ini bisa menjadi sebuah polemik di tengah masyarakat karena andil media juga dalam memberitakan ormas tersebut. Salah kah? Tidak juga, karena bagi media “bad news is a good news”. Yang salah adalah bagaimana memberitakan berita tersebut secara lebih proporsional dan tidak memihak. Karena apabila memihak, artinya media juga turut andil dalam membentuk opini ngatif terhadap ormas tersebut dasn itu artinya ikut membunuh demokrasi itu sendiri.
Saya sich berharap, media juga turut membantu dalam proses pencerdasan bangsa ini. Sebarkanlah berita itu secara proporsional dan berimbang. Biarkan rakyatlah yang belajar untuk menyaring informasi itu, tanpa di pengaruhi oleh opini-opini yang di paksakan oleh media tersebut.
Sekali lagi saya tekankan, Hati-hati dengan Persepsi karena sejatinya Persepsi itu tidak selalu sama dengan kenyataan. Jangan hanya melihat kerusakan-kerusakan yang tampak saja tetapi melupakan apa yang menjadi latar belakang terjadi kerusakan itu. Mari bangun system demokrasi yang sehat di negeri ini.
Salam Damai.
0 komentar:
Posting Komentar