Oleh : Andi Surya Amal
Dalam dunia marketing senyum dan keramahan adalah salah satu kiat dalam meningkatkan profit. Hal yang mendorong salah seorang manejer di sebuah restoran. melatih diri bersikap ramah. Ia berupaya tersenyum dan menyapa pengunjung sekalipun hanya sekedar basi-basi, terutama terhadap ‘costumer’ baru.
Hingga di suatu kesempatan, manejer itu mengamati seorang pengunjung yang mengambil tempat duduk tidak jauh dari sebuah akuarium. Sebuah akuarium yang berukuran cukup besar yang terletak di salah satu sudut ruang nampaknya menarik perhatian sang pengunjung.
Setelah memilih pesanan pada seorang pelayan, pengunjung itu beranjak menuju akuarium. Ia menikmati pemandangan ikan-akan hias yang beraneka jenis dan warna. Sesekali ia terlihat mengambil gambar dengan memotret ikan-ikan tersebut melalui kamera handphone-nya. Di saat yang tepat menejer restoran itu datang menghampiri.
“Selamat malam, Pak. Saya adalah manejer di restoran ini. Bapak bisa mengatakan bila sekiranya Bapak membutuhkan sesuatu”, demikian ia menyapa dengan ramah sambil memperkenalkan diri.
“Oh ya, Anda sangat tepat meletakkan akuarium ini di sini. Suasananya menjadi sangat natural.”, puji sang pengunjung pada manejer.
“Terima kasih, Pak. Kami berupaya memberikan yang terbaik bagi pengunjung kami”, jawab manejer menimpali.
“Tapi ngomong-ngomong, apakah Anda juga punya akuarium di rumah ?”, tanya sang pengunjung sekenanya.
“Tentu, Pak. Bahkan saya sengaja meletakkannnya di beberapa ruang”, jawab manejer restoran itu dengan bangga.
“Selain ikan-ikan peliharaan, apakah Anda juga punya binatang peliharaan yang lain ?”, tanya pengunjung itu lagi.
“Saya punya seekor anjing, dan tiga ekor kucing yang saya beri nama Cula, Culi, dan Culo”, demikian manejer itu dengan semangat menjawab.
“Wah, kalau begitu Anda benar-benar seorang penyayang binatang “, kata sang pengunjung kepada manejer itu memuji.
Pengunjung itu nampaknya mulai tertarik dengan keramahan manejer. Ia membalikkan tubuhnya dan melemparkan tatapan yang ramah. “Anda kelihatannya masih muda, tapi apakah Anda sudah menikah ?”, tanya sang pengunjung kemudian.
“Sudah, Pak. Kami telah menikah tiga tahun yang lalu”, jawab manejer dengan wajah yang berseri-berseri.
“Bagus, kalau begitu Anda punya istri, dong ?”, tanya pengunjung itu seenaknya.
“Iya, tentu dong, Pak”, jawab manejer dengan ekspresi tak paham.
“Anda seorang penyayang. Istri anda tentu sangat bahagia punya suami seperti Anda”, puji sang pengunjung itu lagi.
Sang manejer dengan antusias bercerita soal pernikahnnya, “Saya selalu berusaha belajar untuk memahami istri saya, dan kami sangat bahagia dengan pernikahan kami”.
“Oh ya, tapi ngomong-ngomong, apakah kalian sudah dikarunia seorang anak ?, tanya pengunjung itu setelah menangkap kegembiraan dari manejer ketika bercerita tentang pernikahannya.
“Sudah, Pak. Puji syukur kami telah dikarunia seorang putra. Kini usianya menjelang dua tahun”, jawab manejer dengan ekspresi bahagia.
Pengujung itu memegang bahu manejer dengan akrab sambil kemudian berkata, “Bagus, kalau begitu Anda tidak mandul !!!”.
“Wah, Bapak ini kelihatannya orang yang sangat luar biasa”, sang manejer balik memuji. “Tapi kalau saya boleh tahu, apa ya profesi Bapak ?”.
Pengunjung itu segera mengambil tempat duduk. Sesaat kemudian Ia berkata, “Profesi saya dalam bidang psikoanalisis”.
Menejer itu nampak berupaya memahami sesuatu dan menunjukkan ekspresi kekaguman, “Ooo …”
Perbincangan itu harus terhenti ketika datang seorang pelayan. Ia membawa sejumlah pesanan dan meletakkannya dengan apik di atas meja perjamuan.
Beberapa saat kemudian, salah seorang pelayan yang lain datang menghampiri menejer. Nampaknya ia penasaran ingin tahu perbincangan menejernya dengan pengunjung barusan.
“Pak, Bapak koq serius amat dengan pengunjung yang tadi. Ngobrolin apaan, Pak ?” , tanya pelayan ingin tahu.
“Oo yang itu. Rupanya dia seorang Bapak yang hebat. Dia berprofesi dalam bidang psikoanalisis”, kata menejer pada pelayan.
“Psikoanalisis ? Psikoanalisis itu apaan sih, Pak ?”, tanya pelayan dengan ekspresi yang lucu.
“Orang yang berprofesi dalam bidang psikoanalisis punya kemampuan menganalisa tentang diri seseorang terutama yang berkaitan dengan masalah mental dan kejiwaan. Mungkin dia akan mengajukan beberapa pertanyaan yang harus kita jawab”, kata manejer mencoba menjelaskan.
“Contohnya gini”, kata manejer itu lagi. “Sekarang kamu bisa menjawab pertanyaan saya, apakah kamu punya akuarium di rumah ?”.
“Bapak kan tahu kalau aku tinggal di kos-kosan. Mana mungkin aku punya akuarium di rumah”, jawab pelayan dengan mimik bingung.
Sambil berlalu manejer itu berkata pada pelayan, “Payah bleh, kalau begitu kamu mandul !!!”.
Pelayan : ????????
Tentu saja ini hanya sebuah guyonan. Tapi, disadari atau tidak, seringkali sebahagian orang, bahkan mungkin juga kita begitu mudah menarik simpulan. Kita pun seringkali bertahan untuk mengatakan bahwa kita sedang menemukan sebuah simpulan dengan variable-variabel yang keliru. Sebuah simpulan yang mungkin hanya diolah dari sederet informasi yang keliru dan ngawur. Dan, kerapkali orang lain ikut-ikutan latah membenarkannya sebagai sebuah simpulan dan atau bahkan berupaya meyakininya. Padahal, nyeleneh …………..
Belajar dari kata-kata bijak, “True words aren’t always pretty. Pretty words aren’t always true’, mengajarkan pentingnya bersikap kritis dalam mengelola sederet informasi. Tengoklah di sekeliling kita, berseliweran begitu banyak opini, wacana, argumentasi dan atau bahkan pada upaya pencitraan seorang tokoh yang dibangun dari hanya satu sisi pandang, lalu kemudian seolah-olah telah menjadi sesuatu yang wah. Tapi, ujung-ujungnya terkecoh.
0 komentar:
Posting Komentar