Ah, memang kenyataan bahwa hidup ini tak pernah lepas dari like and dislike alias rasa suka tak suka. Semua penilaian terhadap sesuatu atau seseorang tergantung persepsi yang kita punyai. Seburuk apapun kelakuan seseorang, apabila kita menyukainya pastilah kita coba memaklumi. Sebaliknya, sebaik apapun yang dilakukan seseorang, jika kita tak suka padanya maka tak pernah bagus apa yang ia lakukan.
Lalu dimanakah letak objektivitas kalau begitu? Objektivitas terletak pada fakta yang terungkap! Mari kita memakai contoh soal untuk memahaminya.
Satu atau dua hari lalu seorang anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bernama Eva Kusuma Sundari, membuat penilaian bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlalu memikirkan partainya ketimbang fokus mengurusi segala permasalahan bangsa.
Eva yang S2-nya lulusan Belanda dan Inggris juga menilai SBY lebih emosional jika ada pihak yang mengkritik partainya dan cenderung diam saat bangsa terjebak dalam berbagai persoalan.
“Serasa Presiden RI jadi Presiden Partai Demokrat. Energi terserap mengurusi isu-isu internal, enggak kedengeran Presiden urus amnesti TKI, Mendagri yang pro-FPI yang disebut ormas preman oleh SBY,” kata anggota Komisi III DPR dikutip dari detik.com.
Jelas pernyataan Eva didasari perasaan “suka tak suka.” Mengapa? Karena pernyataan Eva tak sesuai –atau berlebihan- dengan fakta yang ada. Saya ragu apakah ia menilai hal yang sama jika yang berkuasa Megawati atau Jokowi lalu dalam kondisi yang serupa menghadiri kongres partainya.
Nah, sekarang mari kita mencari nilai objektivitas dari pernyataan Eva! Pertama, apakah benar SBY lebih mementingkan partainya. Baru saja SBY mencanangkan BPJS (http://www.tribunnews.com/nasional/2013/10/21/hari-ini-presiden-sby-luncurkan-bpjs-kesehatan).
Lalu apakah betul SBY tak kedengaran mengurus amnesty TKI. Mungkin Eva mesti membaca berita ini: http://news.detik.com/read/2013/07/02/152726/2290328/10/raja-saudi-penuhi-permintaan-sby-perpanjang-amnesti-tki-hingga-november.
Lalu apa hubungannya SBY dengan Mendagri yang bicara soal FPI? Tunggu dulu, kok bisa menyimpulkan Mendagri pro-FPI ya? Apakah pernyataan Gamawan Fauzi dalam berita ini: http://www.beritasatu.com/nasional/147226-mendagri-tegaskan-ormas-harus-dibina-termasuk-fpi.html, menunjukkan kalau dia pro-FPI?
Lagipula apakah SBY membiarkan FPI? Silakan saja baca berita ini: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/25/mqhang-sby-teken-uu-ormas.
Melihat semua argumen di atas, jelas penilaian Eva Kusuma Sundari tak beralasan, bahkan mengada-ngada. Jelas faktor pendorongnya adalah kepentingan politik. Targetnya adalah membuat sebagian rakyat yang memang mengedepankan rasa like and dislike terhadap SBY, semakin tak suka saja.
Orang bilang apa pentingnya menyerang SBY toh dia takkan mencalonkan lagi tahun depan? Tentu saja menyerang SBY berarti menyerang Partai Demokrat. Rusaknya nama SBY tak hanya akan mempengaruhi pilpres tetapi juga pileg. Caleg-caleg dari Partai Demokrat tentunya akan dirugikan. Sebaliknya, caleg-caleg dari partai lain akan diuntungkan. Begitu kira-kira! Silakan anda menafsirkan sendiri!
Catatan:
Ingin tahu SBY ngapain aja sehari-hari? Apakah ia bekerja untuk bangsa dan rakyatnya atau hanya memikirkan partainya? Silakan kunjungi saja dua link ini. https://twitter.com/SBYudhoyono, http://www.presidenri.go.id/.
Jangan terlalu berharap menemukan pembahasan positif soal kegiatan SBY di media mainstream! Paling banter juga muncul di running text! Tanya kenapa???
0 komentar:
Posting Komentar