‘Kita tidak akan menang, jika kemenangan itu adalah kesewenang-wenangan’ - Goenawan Mohammad, pendiri Tempo.
–
“Bakar-bakar, mobil ini menghalangi jalan kita. Hari ini hari kita, siapa yang halang-halangi aksi buruh, kita lawan. Ayo bakar mobil ini,” teriak buruh saat itu.
Sementara ibu dan bocah yang ada di dalam mobil itu berteriak histeris dan meminta tolong. Pintu mobil pun terkunci dari dalam, begitu juga dengan kaca jendela ditutup rapat.”
Tulisan di atas adalah penggalan berita hari ini sehubungan dengan demo buruh, yang mana kendaraan yang ditumpangi ibu dan anak yang kebetulan iring-iringan buruh yang sedang berdemo menuntut kenaikan upah minimum. Sepertinya mobil yang ditumpangi ibu tersebut tidak sengaja menabrak motor salah satu anggota iring-iringan demo buruh yang saat itu bergerak melawan arah lalu lintas yang seharusnya.
Ini adalah realitas yang harus kita hadapi sebagai warga negara Indonesia yang hidup di era reformasi yang pada dasarnya memang dilahirkan oleh massa beringas dan liar yang waktu itu sengaja memperkeruh keadaan, dan kemudian merampok dan membunuh sesama warga negara sendiri dengan memainkan sentimen rasialis.
Orang tua kandung reformasi adalah kumpulan manusia-manusia rakus dan beringas yang hanya mementingkan ego diri dan menolak memikirkan kepentingan bangsa, maka tidak mengherankan anak kandung reformasi memiliki sifat dan karakter destruktif dan penghancur seperti yang dimiliki orang tua mereka, dan demo buruh beberapa waktu terakhir adalah salah satu anak kandung reformasi yang paling sempurna mewarisi sifat buruk orang tua mereka.
Melalui demo buruh kemarin, sifat-sifat luhur bangsa Indonesia seperti budi pengerti, tenggang rasa, kekeluargaan, gotong royong, tepo seliro, kebersamaan, sudah mati bersama dengan datangnya era kesewenang-wenangan bernama reformasi.
Tidak heran kekalahan negara pada kesewenang-wenangan reformasi menimbulkan kerinduan di sebagian rakyat Indonesia akan era Pak Harto, era di mana negara adalah orang tua bagi rakyatnya dan hukum adalah panglima. Hal ini ditunjukan jelas pada stiker bergambar Pak Harto yang ditempel di berbagai kendaraan yang lalu lalang di jalanan Indonesia. Inilah perasaan rakyat yang sesungguhnya, perasaan yang timbul.
Tentu saja, kesewenang-wenangan rakyat sipil terhadap sipil lain dengan brutal tidak dilakukan oleh buruh saja, tapi juga oleh berbagai elemen masyarakat seperti ormas anarkis dan media massa seperti Tempo yang sewenang-wenang terus mengeluarkan berita bersifat fitnah dan insinuatif terhadap berbagai pihak atas nama kebebasan pers yang sebenarnya lebih tepat disebut sebagai “keliaran pers dan media massa” atau media massa yang dimiliki oleh politikus pemilik modal.
Meminjam kalimat Kuda Troya Manikebu di atas, maka reformasi yang hanya melahirkan kesewenang-wenangan adalah sama sekali bukan kemenangan, melainkan kekalahan bangsa dan negara Indonesia atas manusia-manusia egois.
0 komentar:
Posting Komentar