Penyidikan KPK atas kasus mantan Ketua MK bak lahar panas, menerobos ke sela-sela rekening bank mengungkap dolar demi dolar dugaan perbuatan corah Akil Mochtar. MK yang dulu pernah sangat disegani dan membawa ketuanya menjadi man of the year pembuat berita, kini terjerembab! Satu per satu hakim MK mulai dimintai kesaksian oleh KPK. Para pendekar jubah hitam merah itu menanggalkan kewibawaannya.
Satu per satu tuduhan adanya udang dibalik putusan-putusan perselisihan pilkada muncul secara sporadis dari daerah-daerah. Kalau dulu lagu seperti itu tak mendapat perhatian. Kini masyarakat merasa sulit untuk menampik tuduhan kecurangan MK. Penyidik-penyidik KPK pun secara sigap menyambut umpan-umpan matang dari para calon kepala daerah yang merasa dizolimi.
Aneh bin ajaib. Dalam keadaan seperti ini, kok bisa-bisanya MK membuat PMK pembentukan Dewan Etik permanen?? Akil Mochtar sudah mengundurkan diri. Dan diperiksa pun sudah tak berrsedia. So what?
Bagaimana pun MK membuat alasan, Dewan Etik ini nyata-nayata ingin membunuh embrio Majelis Etik permanen yang dibidani oleh Presiden melalui Perpunya. Apakah dengan membuat institusi tandingan semacam Dewan Etik akan mampu menunjukkan MK sebagai lembaga paling berkuasa di negeri ini?
MK memang dibentuk untuk menjaga konstitusi dan mengadili undang-undang. Tetapi MK mestinya mengetahui dirinya tak memiliki kekuasaan membuat undang-undang. Jadi Dewan Etik yang dibentuk dengan peraturan yang dibuat oleh MK, meskipun bukan gadungan, tak akan memiliki legitimasi untuk mengembalikan kewibawaan MK yang sedang terjerembab di comberan oleh ketamakan ketuanya.
Saat ini MK tak ada apa-apanya lagi. Bila dalam keadaan seperti ini hakim-hakim MK ingin menunjukkan kekuasaannya, bukan tak mungkin akan mengalami nasib lebih parah lagi. Bukankah perut anak ketak pecah gara-gara kesombongannya menakut-nakuti anak lembu?
Sudahlah, mengembalikan masa kejayaan tak bisa seperti Pangeran Bandung Bondowoso membangun candi dalam semalam. Reputasi bisa lenyap dalam hitungan menit bak terkena tsunami. Tetapi membagun reputasi membutuhkan kesabaran bak membangun piramid.
0 komentar:
Posting Komentar