Kritik Terhadap Jalannya Sistem Demokrasi Kita
Kalau Uang Jadi ‘Panglima’ dalam memilih dan dipilih, maka harga diri dan Bangsa ini akan terjual. Jika demokrasi hanya legalitas kekuasaan, bisa jadi kemerdekaan hanya mimpi.
Pengalaman pasca reformasi
Saat terjadi gejolak tahun 1998 yang menandai orde reformasi optimisme baru bermunculan. Sayangnya masa itu konsep reformasi yang bergulir tidak jelas kemana arahnya. Harapan baru untuk munculnya pemerintahan yang lebih baik nyatanya memang hanya euforia semata. Saat ini kita merasakan seperti berjalan di tempat bahkan untuk beberapa hal malah mundur, korupsi terkuak di segala lini bedanya dulu tertutup sekarang terbuka. Saat awal revormasi saya sempat bertanya pada salah seorang birokrat tentang kebiasaan bacakan anggaran yang disinyali luarbiasa. Sebagai contoh saat ramai-ramainya dibahas tentang efektifitas penggunaan APBN, pengamat bahkan mengatakan realisasi anggaran proyek menguap hingga 60%. Jawabnya sederhana saja ‘kondisi seperti itu pada birokrasi sudah mendarah daging’. Saat saya desak apakah ada kemungkinan kondisi berubah dia jawab sangat sulit. Memang ternyata terbukti seperti yang dia ungkap ‘sangat sulit’. Entahlah kalau saat itu dipotong satu generasi pada birokrasi barangkali akan lebih baik.
Hal yang menyedihkan kalau di ingat adalah, saat awal revormasi ternyata begitu banyak pengamat yang muncul secara live di stasiun TV. Kritikan mereka begitu tajam bahkan ‘kejam’ terhadap kepala Negara yang menurut saya justru sudah membuka kran kebebasan di zaman itu. Beberapa mereka ‘naik daun’ saat “Presiden Transisi” berganti , ada yang jadi Mentri, penasehat kepala Negara, staf ahli dsb. Namun ironisnya justru mereka terjebak pada kasus-kasus yang bisa jadi lebih parah dari kritikan terhadap ‘ketidakbecusan’ kepala Negara saat itu di awal reformasi. Disadari atau tidak bahwa masalah dinegeri ini tidak akan dapat diselesaikan sendiri-sendiri jika tidak terwujud team work maka sesederhana apapun tujuan akan sulit dicapai. Konontah lagi dalam mencapai tujuan Negara yang tentunya tidak mudah dalam kondisi birokrasi yang amburadul / ‘borokrasi’. Dengan sistem pemilihan kepala daerah yang diusung berbagai partai maka potensi daerah menjadi terkotak-kotak istilah ‘persatean’ Indonesia di depan mata.
Mengajak Semua Potensi Bersatu
Beberapa kali kepala Negara sudah berganti sejak awal reformasi bergulir suasana perpolitikan begitu panas namun system pemerintahan yang dibangun dengan model perpolitikan di Negara ini semakin tidak jelas. Sepertinya perlu ada terobosan baru untuk membangun system kenegaraan kita. Tidak masalah multi partai namun bukan bersaing mendapatkan kursi tapi bersaing untuk memberikan kontribusi membangun system kenegaraan maupun system birokrasi. Mungkin ada baiknya dikaji pemilihan di beberapa organisasi dengan membentuk team formatur. Team formatur inilah yang nantinya memilih siapa diantara mereka yang paling kopenten untuk mengemban amanah besar memimpin. Yang lain berfungsi merumuskan, memberikan arahan, kontrol dan evaluasi terhadap keinginan bersama mencapai tujuan.
Jika system kita yang ada ini masih menjadi pilihan, harapannya adalah pemimpin yang terpilih dapat menyatukan semua potensi anak bangsa dalam memberikan kontribusi sesuai dengan kapasitas yang ada.
Negeri ini memang butuh leader ‘Pemimpin dari para Pemimpin’ untuk memimpin rakyat Indonesia. Pandangan pribadi saya terhadap tokoh yang sudah tampil :
ARB, sebaiknya diposisikan sebagai orang tua yang mapan tidak usah dipaksa untuk jadi presiden. Lebih strategis jika beliau jadi penasehat saja untuk pemimpin yang akan datang agar dapat menutup celah intrik-intrik pengusaha nakal sehingga APBN jadi efesien dan efektif serta birokrasi dapat berfungsi bukan menjadi tangan-tangan pengusaha. Mengumpulkan para pengusaha untuk diminta kesadaran dan sumbangsihnya terhadap usaha-usaha menggerakkan roda pembangunan dengan cara yang produktif menghindari cara-cara yang merusak tatanan ekonomi bangsa.
WRT, Akan lebih baik pengalaman jadi pangab saat suksesi tahun 1998 diwariskan pada generasi yang akan datang dan sebaiknya fungsikan diri menjadi penasehat dan pengawas terhadap potensi keamanan dari segala sisi yang akan dapat menggangu jalannya kepemimpinan di masa yang akan datang untuk menjadikan Negara in lebih baik. Akan lebih bernilai jika beliau menginisiasi berdirinya kumpulan para pati meski sudah purnabakti namun nasehat mereka sangat berguna dalam membina para pemimpin muda di ke empat angkatan agar tidak terjebak pada pragmatisme materi saat menjabat di struktur sehingga justru menjadi beban pimpinan Negara. Harapannya adalah terbentuknya pertahanan Negara yang kuat dari gangguan baik dalam maupun luar negeri.
MGW, Sudahlah masa bernostalgia sudah tidak zamannya lagi, buruknya kondisi dari hulu sampai ke hilir pemerintahan ini sepertinya belum cocok dikendalikan dengan sosok yang ada. Kalau dipaksakan akan mengakibatkan terbukanya peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab ‘menjual’ negeri ini . Pemimpin masa yang akan datang sebaiknya yang masih muda cerdas dan energik sangat sayang kalau tetap memaksakan diri sebab akan menjadi ganjalan dalam mewujudkan cita-cita bangsa ini yang sudah dicita-citakan oleh pendiri bangsa ini. Siapkan generasi muda yang brillian untuk meneruskan perjuangan awal kemerdekaan oleh tokoh proklamasi yang tercatat dalam sejarah disegani dunia.
MMD, Kalau tokoh ini kelihatannya punya idealisme tapi akan lebih pas kalau beliau bergabung dengan para pakar lain seperti JAS, YSR dll lalu mengumpulkan pakar ketatanegaraan untuk membahas system dan struktur ketatanegaraan Indonesia dengan melakukan swot analisis baik perundangan maupun kelembagaan Negara yang ada lalu menyusun dalam bentuk konsep berikutnya dimatangkan dengan dibahas oleh pemerintah dan DPR menjadi RUU. Dari pada membiarkan DPR melakukan tanpa dasar dan pemikiran yang mendalam yang berpeluang merusak tatanan Indonesia di kemudian hari.
RRM, Tokoh ini baiknya bergabung dengan para ekonom seperti, KHT, FBS, ISN dll untuk merumuskan model system perekonomian di negeri ini yang berpihak pada bangsa dan rakyat Indonesia. Sehingga Negara yang memiliki semua jenis barang tambang, kesuburan tanah melimpah, sumbar daya hayati baik darat maupun laut menjadikan bangsa ini berdaulat di negerinya sendiri bukan sebaliknya menjadi ‘buruh’ baik di dalam maupun diluar negeri.
ANB, Tokoh muda ini untuk saat sekarang lebih strategis diberi tugas untuk mengumpulkan para pakar di dunia akademisi seperti IMP, EVG dalam merumuskan model pendidikan yang cocok untuk memunculkan enterpreuner dan pemimpin muda harapan masa depan dalam membangun Indonesia. Lebih jauh lagi beliau dapat saja difungsikan untuk mengkoordinasikan para pakar di dunia pendidikan yang ada di negeri ini agar dapat dihubungkan dengan semua lembaga baik riset maupun pemerintahan dalam memenuhi tenaga ahli sehingga semua departemen yang ada di negeri ini dapat produktif menindaklanjuti program-program yang dicanangkan pemerintah. Dan tentunya kecerdasan akademik yang dimiliki peserta didik Indonesia baik dalam maupun luar negeri memiliki tempat dalam strategi pembangunan.
Untuk yang lain seperti ANU, AMR, kasusnya belum selesai, ANM, HNW sepertinya masih perlu punya banyak jam terbang dalam memahami negeri ini, dan yang lain-lain sebaiknya masukkan saja pada kelompok para pakar sesuai keahliannya untuk membenahi system ketatanegaraan.
Tinggal sekarang dua tokoh yang sedang menjadi sorotan, dua tokoh ini sepertinya memiliki potensi. Saya pikir jika dia digabungkan dan mampu menyatukan semua kekuatan bangsa ini dari segala sudut untuk membangun akan lebih baik untuk kebaikan Indonesia di kemudian hari PBW dan JKW, sedang DHI dengan kesempatan kedua kehidupan ini baiknya diposisikan sebagai penasehat Kabinet agar kinerja semua aparatur menjadi produktif.
Jika semua tokoh-tokoh diatas disatukan dalam memberi kontribusi bukan untuk berebut kursi untuk menjadi yang nomor satu maka permasalahan Indonesia Raya ini akan banyak yang dapat cepat diselesaikan. Insya Allah Indonesia ini akan kaya raya, kalau itu terwujud saya yakin semua pemimpinnya akan sangat bahagia.
Negeri ini harus berani memunculkan model yang pas sesuai dengan nafas yang ada dalam sila ke 4 Pancasila. Terpaku pada pola yang tanpa ada eliminasi faktor negatif pada implementasi teknis demokrasi belum tentu cocok diterapkan di bumi Indonesia. Jika ini dibiarkan berlarut-larut maka akan terjadi pemborosan yang tak terbatas. Hasilnya rakyat akan tetap sengsara.
0 komentar:
Posting Komentar