“Mau jadi apa kamu nanti, masih sekolah sudah bertingkah”
Kira-kira seperti itulah kalimat orang tua yang sudah kehilangan ide mengatur sang anak.
Membahas Bad Boys memang menarik untuk di simak. Karena kedinamisannya ia sulit di tebak, terlihat tak punya pendirian, gampang terpengaruh dan kadang temperamen.
Sebaliknya gambaran tentang good boys tentu relatif kurang menarik untuk di ulas karena dalam satu kelompok kecil/besar, jumlah mereka bisa di hitung dan yang pasti membahas para good boys akan menambah daftar pujian saja kepada mereka
Salah satu contoh yang menurutku menarik yaitu saat seorang anak tidak mau sekolah karena keinginan yang tak terpenuhi. Di beberapa sekolah (SMK), tiap tahun selalu terjadi penyusutan siswa karena alasan si atas. Tidak secara langsung sih…. Tetapi kalau di cari sampai ujung, penyebabnya adalah jumlah tidak masuk tanpa keterangan (Alpha) melebihi aturan yang di tetetapkan sekolah yaitu 10% dari hari efektif. Alasan tidak mau masuk sekolah karena tidak dibelikan sesuatu. Sepeda motor misalnya. “Ah, itu biasa untuk jaman sekarang” kata sebagian orang tua. YA JELAS BIASA kalau: 1)Ada dana 2)Orang tua mendukung 3)Terjadi pada orang lain. Bagaimana kalau ke tiganya adalah kebalikannya? Okelah dana bisa dicari, tapi kalau itu terjadi padahal orang tua keberatan maka akan timbul bergainning position power. Satu sisi memaksa untuk sekolah belum tentu terlihat bagus. Berangkat pagi pulang siang (tapi mangkal di warung he..he..). Di sisi lain mengabulkan keinginan mereka dengan persyaratan/perjanjian tertentu, bisa jadi bumerang artinya saat anak tak bisa memenuhi janji dengan cueknya akan mengembalikan lagi. Dan itu akan berulang dan berulang lagi dengan keinginan yang sama/berbeda. Capek deh.
Menulis topik seperti ini tentu karena pernah mengalami. Dan karena aku yakin hampir semua orang mengalami, tidaklah menarik untuk diceritakan detilnya. Jauh lebih menarik untuk diceritakan trouble shoting dan endingnya.
Dari apa yang aku alami dan di alami beberapa teman, mungkin 5 langkah ini bisa jadi pertimbangan :
1. Jangan emosi saat yang diminta bagai pungguk merindukan bulan
2. Jangan mengajak head to head dengan anak. Mendiamkan anak di jaman sekarang sama saja dengan kehilangan anak. Rumah akan terasa sepi.
3. Setiap ada kesempatan selalu mengajak bicara. Bukan karena kita belum bisa menuruti keinginan tapi sense of beloved terhadap anak tetap kita tunjukkan (itung-itung sambil ngarep, siapa tahu berubah pikiran. Smile)
4. Akrab dengan anak membuat mental selalu sehat, fisik tentu akan mengikuti. Men korpore sano sanain (?)
5. Menghadapi anak yang temperamen, cukup introspeksi apakah itu keturunan? Ya enggak lah…. Ibarat api dipadamkan dengan air, maka jangan tanggapi emosi anak.
Dari setiap anak ABG, sebenarnya masing-masing mempunyai poin plus yang bisa disyukuri oleh setiap orang tua. Sekalipun secara kasat mata ABG tersebut sangatlah nakal bahkan sudah di luar toleransi tetapi kalau kita jeli selalu ada yang bisa di gali dari mereka. Banyak sekali teori-teori parenting yang menunjang itu.
Akhir kata, tulisan ini adalah pendapat jadi tak perlu data, survey, pembuktian dll. Ia boleh didengar, boleh di abaikan.
Selamat siang dan salam kenal.
0 komentar:
Posting Komentar