Menarik. 2014, Jokowi menargetkan Jakarta bebas topeng monyet.
“Pertunjukan” Topeng Monyet memang sedang mewabah di Jakarta. Yang menjadi alasan utama Jokowi adalah nilai etika dan moral.
Saya jadi teringat Alm. ayah saya. “Kau bisa uji ketulusanmu berteman dihadapan monyet”, jelasnya saat itu. Dia katakan, bahwa monyet adalah binatang yang paling sensitif dan mudah curiga. “Berdirilah di depan monyet yang terikat. Tenangkan hatimu lalu tatap matanya. Niatkan dalam hatimu dengan sungguh-sungguh bahwa kau ingin berkawan dengannya. Perlahan, coba raih dan belai kepalanya. Bila hatimu tulus, dia tak akan bereaksi dan akan membiarkanmu membelainya. Sebaliknya, bila kau ragu, dia akan membaca keraguanmu. Dia akan menyeringai. Bahkan mungkin mencakar”.
Beliau membuktikan teorinya, dan berhasil. Namun saya selalu gagal dalam “UJI KETULUSAN” tersebut.
Kembali ke Jakarta. Ketulusan Jokowi-Ahok membenahi ibukota rasanya tak diragukan lagi. Ketulusan mereka menghasilkan tindakan yang tanpa keraguan. Masyarakat Jakarta yang heterogen dan dikenal sensitif (mungkin karena seringnya menyaksikan ketidaktulusan pemimpin-pemimpin bangsa yang memang berpusat di Jakarta) itu mulai tunduk dan berharap banyak pada dua pemimpin ini.
Tentang Jakarta yang bebas topeng monyet, mungkin Jokowi-Ahok ingin mengatakan bahwa Jakarta tidak memerlukan tambahan monyet-monyet bertopeng. Karena yang ada pun sudah terlalu banyak.
0 komentar:
Posting Komentar