Anjuran Mendagri Gamawan Fauzi agar Kepala Daerah bekerja sama dengan organisasi masyarakat, termasuk FPI, dalam pembangunan Daerah membingungkan Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahya Purnama (Ahok). Pasalnya, beberapa waktu lalu Gamawan menganjurkan kerjasama tersebut bagi Ormas yang tidak anarkhis. Tapi sekarang, malah melawan sendiri anjurannya. Juga melawan himbauan Presiden SBY yang pernah meminta Gamawan untuk membubarkan FPI.
Dengan anjurannya itu, banyak bertanya-tanya ada apa dengan Gamawan. Ada juga yang mengolok-olok. Bahkan tidak sedikit yang memaki-makinya melalui komentar di media online. Ada yang bilang (maaf) otaknya soak; mentri oon, udahlah resign aja jadi mentri.. malu-maluin; Gamawan lagi Galau… Korupsi E-KTPnya di ungkap Nasarudin. Presidennya Galau, mendagrinya lebih GENDHENG. Otaknya di dengkul… Yang lain bilang mental dan karakter Mendagri preman cari teman ya sejenis. Dan banyak lagi (Kompas.com, 25/10/2013).
Dilihat dari latar belakangnya, sikap Gamawan memang aneh. Tidak mencerminkan kualitasnya sebagai mantan Bupati Solok dan mantan Gubernur Sumbar yang pernah populer karena sukses gemilangnya di dua jabatan itu. Tontonan yang sering disuguhkannya belakangan justru menunjukkan degradasi. Sering tampil seperti seorang bingung. Seperti tak paham apa yang semestinya dikatakan dan dilakukan.
Kurang jelas apakah kebingungan Gamawan ada kaitannya dengan kritikan bertubi-tubi terhadap proyek e-KTP berbiaya triliunan rupiah yang gagal itu. Atau karena “nyanyian” Mohamad Nazaruddin yang menyebut-nyebut Gamawan turut bermain dalam proyek itu. Atau malahan karena kebingungannya menghadapi FPI yang terus mendesaknya agar diberi tempat terhormat untuk turut “mengatur” negara.
Apa pun alasannya, satu hal yang pasti adalah kebingungan Gamawan telah melahirkan kebingungan Ahok dan semua orang yang masih berpikiran jernih. Apa yang dipertontonkan Gamawan, menunjukkan bahwa kapasitasnya sekarang jauh di bawah performance seorang Menteri. Apalagi Negarawan.
***
Anjuran Gamawan agar Kepala Daerah bekerja sama dengan Ormas tidak sepenuhnya salah. Seharusnya memang begitu. Jangankan Ormas, siapa saja komponen bangsa perlu diajak kerjasama dalam menyukseskan program pemerintah di tingkat apa pun.
Yang perlu diperjelas ialah kerjasama dalam bentuk apa? Pemerintah toh memiliki acuan kerja baku dalam melaksanakan program apa pun. Baik rutin maupun pembangunan. Mengajak kerjasama Ormas tanpa acuan sudah pasti menimbulkan banyak penafsiran yang pada akhirnya dapat menimbulkan masalah bagi Kepala Daerah. Jangankan yang tanpa acuan, dengan acuan UU yang sangat jelas pun bisa ditarsirkan macam-macam dan diselewengkan. Itulah sebabnya Eva Kusuma Sundari anggota Komisi III DPR RI bilang, mengapa tidak sekalian kerjasama dengan geng motor, ungkapnya pertanda bingung atas apa yang dimaksudkan Gamawan.
Gamawa memang sempat meluruskan pernyataannya tersebut. Ia bilang bahwa kerjasama tersebut khusus di bidang agama. Tapi orang langsung was-was. Banyak yang kuatir bahwa Gamawan meminta Kepala Daerah mendukung sikap FPI yang selalu menjadikan dirinya sebagai pengadilan iman bahkan menggatikan posisi Tuhan untuk menentukan benar-tidaknya keyakinan seseorang.
Dugaan ini muncul karena sikap Gamawan terhadap FPI selama ini cenderung mendukung sekalipun belawanan dengan sikap atasannya, Presiden RI. Ada juga yang menafsirkan bahwa Gamawan sedang mengambil hati FPI untuk menjatuhkan Ahok yang selalu berseberangan dengannya. Ia berpikir bahwa dengan menggandeng FPI, ia bisa membungkam Wakil Gubernur DKI yang tegas itu.
Dugaan mana yang benar, saya tidak tahu. Yang jelas bahwa Gamawan memang sering bicara nyeleneh, kata Martin Hutabarat, anggota DPR RI. Ia sering omong yang tak perlu, seperti pada kasus Lurah Susan. Hanya gara-gara protes sekelompok orang yang anti Lurah beragama non Islam, Gamawan malah meninta Lurah Susan diganti. Bukannya meluruskan cara berpikir para provokator, Gamawan justru terkesan mendukung provokator.
Jika terus begini, apakah Gamawan Fauzi masih layak menjadi Mendagri di Negara bernama Indonesia?
0 komentar:
Posting Komentar