Salah satu ciri khas kepemimpinan Prabowo Subianto adalah akomodatif pada premanisme. Preman yang diakomodir komplit, mulai dari preman berjubah sampai preman bersenjata. Ngeri jadinya. Enggak kebayang jika Prabowo jadi presiden, bisa-bisa gelap mata pada pengkritik, lalu main culik.
Dukung FPI
Dikutip dari detik.com (26/10/2013, pukul 15.07 WIB), Prabowo menyatakan setuju daerah kerjasama dengan Front Pembela Islam (FPI). Kesetujuan ini menanggapi himbauan Mendagri Gamawan Fauzi supaya kepala daerah menjalin kerjasama dengan ormas termasuk FPI.
“FPI bisa diyakinkan hidup damai menerima Pancasila, NKRI, hidup rukun sebagai komponen bangsa ya harus diakomodasi,” ujar Prabowo. Kontan Prabowo mendapat cercaan luar biasa dari para pembaca berita detik.com tersebut—bisa dilihat di kolom komentar.
Prabowo silaf bahwa basis ideologi gerakan FPI sebenarnya lebih dekat ke Wahabisme sekalipun mereka menolak ditahbiskan sebagai Wahabis. Makanya bisa dipahami FPI menolak hormat pada bendera Merah Putih waktu upacara bendera karena dianggap bid’ah dan mengarah ke musyrik, seperti ketahuan di Karanganyar. Ini ciri khas ajaran Wahabisme dari Saudi Arabia.
Poros ajaran Wahabi adalah tauhid dan penerapan syariat pada negara. Karena itu mustahil bisa menerima empat pilar kebangsaan—Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika—secara sungguh-sungguh. Kalaupun menerima empat pilar kebangsaan diyakini tidak sungguh-sungguh karena otomatis menegasikan penerapan syariat Islam secara total pada negara.
Indonesia negara Pancasila, bukan negara Islam. Negara diatur oleh mekanisme hukum hasil konsensus bersama, bukan oleh aturan hukum agama-agama tertentu. Hukum agama hanya berlaku ke dalam, ke internal umat masing-masing, yakni di lapangan hukum privat. Sementara FPI hendak menerapkan syariat Islam secara total pada negara.
Rangkul Hercules Cs
Prabowo Subianto merangkul preman Hercules Cs. Namun rangkulannya lebih terlihat intelek. Para preman sangar ini dibina dan dibuat semacam perkumpulan ormas bernama Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB) dengan Hercules sebagai Ketua Umum dan Prabowo Subianto sebagai Dewan Pembina.
Terbukti belakangan Hercules Cs gagal dibina. Hercules Cs ditangkap polisi dengan berbagai sangkaan, mulai melawan aparat, memiliki senjata tajam, sampai pemerasan. Hercules Cs pun dipidana dan dijebloskan ke penjara.
Preman memang tidak selayaknya dikucilkan. Akan lebih baik jika dirangkul. Namun akan riskan jika preman dirangkul oleh politisi karena pasti akan dipolitisasi untuk kepentingan politik. Preman paling baik dirangkul untuk dibina oleh penegak hukum, tokoh agama, dan pelayan sosial.
Culik aktivis
Prabowo sudah mengakui memerintahkan Tim Mawar untuk menculik dan menghilangkan secara paksa para aktivis pro Reformasi tahun 1997-98. Hingga saat ini 13 orang aktivis masih dinyatakan hilang dan diduga kuat sudah tewas. Untuk kejahatan ini, anggota Tim Mawar sudah diadili secara pidana dan dihukum. Sementara Prabowo yang memerintahkan masih lolos hingga saat ini dari jerat hukum pidana.
Dari beberapa sumber Prabowo mengaku mendapat perintah atasannya untuk melakukan penculikan pada sembilan orang aktivis. Ia berargumen kalaupun bukan dirinya yang lakukan penculikan itu maka pasti akan dilakukan oleh tentara lainnya. Argumen ini nampaknya mampu meluluhkan beberapa aktivis yang pernah diculiknya, seperti Haryanto Taslam. Namun belum mampu meluluhkan hati keluarga 13 aktivis yang masih hilang.
Tindakan Prabowo dan Tim Mawar tersebut tidak dapat dibenarkan dari sudut hukum militer, hukum pidana, dan politik. Sedangkan di waktu perang saja tidak dibenarkan menculik dan membunuhi rakyat sipil yang bersenjata. Ini bentuk kejahatan perang. Apalagi hanya untuk meredam demonstrasi dan kerusuhan, yang berdasarkan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta, justru diduga kuat didalangi oleh Prabowo sendiri.
Itulah ciri khas premanisme. Menggunakan tekanan kekuatan fisik untuk menundukkan pihak lain. Namun ini bentuk premanisme bersenjata oleh oknum tentara. Bentuk premanisme yang paling berbahaya karena melibatkan aktor negara, yang dalam perspektif hukum dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Prabowo tidak bisa mencuci masa lalunya dengan seminar atau bercuap-cuap di muka pers. Satu-satunya cara untuk membuktikan bersalah atau tidak adalah dengan diadili di muka hakim. Nanti di sana akan dibuktikan apakah tindakan tersebut dapat dibenarkan atau tidak.
Sejauh ini Prabowo belum diadili secara pidana, sedangkan bawahannya (Tim Mawar) sudah dijebloskan ke penjara. Ini saja sudah tidak benar dari sudut hukum pidana militer. Pertanggungjawaban komando militer, kok, ke anak buah. Makanya saya pernah sarankan melalui artikel supaya Prabowo menyerahkan diri untuk diadili atau ditangkap.
(Sutomo Paguci)
0 komentar:
Posting Komentar