“Bunga plastik” di ruang lobi,
seolah engkau ditolak bahkan engkau tak dikenal,
namun nyata - engkau ada, menari bagai pelangi,
dan memengaruhi seluruh isi ruangan lobi.
Para petinggi negeriku mengenalmu,
dari penjual sapi hingga petinggi partai,
dari sekretaris pribadi hingga penyantun partai,
lengkap dengan gaya dan rupa syahdu.
“Bunga plastik” di ruang lobi,
andaikan dirimu bisa bicara seterang mentari,
tak kan tertutupi kabut misteri negeri ini,
siapa yang berdusta …. siapa yang terhakimi.
Kaum lelaki yang merasa “berharga diri”
mereka telah menjual kata dibawah sumpah,
seakan plastik rela berdiam pun terbungkam,
namun ketika ia lelah dan leleh karena panas!
“Bunga plastik” akankah kau bersinar,
pendar sinar pantulkan panas yang mungkin nanar,
merasa terusik dijadikan “bunga hitam”,
yang kelam ditelan jaman!
0 komentar:
Posting Komentar