Di sebuah hari, dua kasus aneh membuatku terperangah. Kuceritakan padamu di tengah kemewahan kata-kata di seantero negeri. Juga sebab kemewahanku sendiri yang sampai melupakan kepedulian sesama.
Sebenarnya sudah sering aku mengalami hal-hal kecil begini. Tetapi ketika dua kasus dalam satu hari menghampiriku, maka kagetlah aku. Bisulah semua kata-kata ketika mengetahuinya.
Peristiwa pertama adalah ketika sepulang kerja. Di sebuah tikungan yang tajam, sebuah motor bebek butut dengan asap knalpotnya yang tebal, tiba-tiba terpelanting. Pengendaranya terlempar begitu jauh. Aku berhenti melihat keadaan, dan beberapa tukang tambal ban, penjual warung-warung yang berada di sana berhamburan melihat.
Pengendara celaka itu ternyata seorang gadis muda. Ia tergeletak pingsan beberapa saat, sebelum kemudian terbangun dengan muka pucat dan bingung. Beberapa lelaki menghampirinya. Menggotongnya ke sebuah bangku warung. Untung tidak sampai patah tulang. Ia hanya mengalami luka akibat gesekan aspal. Di antara mereka membawa obat luka dan kain, kemudian membalutkannya. Juga memberinya minum beberapa teguk.
Datang kemudian seorang lelaki paruh baya, bajunya tampak necis. Ia mendekati gadis muda itu. “Oh, kamu kiranya yang menabrak mobilku he? Saya minta kamu ganti rugi!” katanya dengan intonasi tajam. Orang-orang yang semula sibuk membantu, sontak berdiri.
“Gara-gara kamu tabrak, belakang mobilku penyok. Itu butuh dua juta memperbaikinya, ayo kamu ikut saya!” katanya lagi. tiba-tiba orang-orang mengepung lelaki paruh baya itu.
“Hei pak. Anak ini tak salah. Anda yang salah. Markir mobil sembarangan!” kata di antara mereka membela gadis itu. Tetapi lelaki paruh baya itu ngotot. “Lho, jelas-jelas mobil saya itu diam diparkir kok ditabrak! Minta ganti rugi saya!!”
“Anda markir mobil pas di tikungan. Itu lho bukan lokasi parkir. Anda bisa kami laporkan kepolisian! Lagian, ini cuma anak kuliah. Apa sampean tega meminta uang sebanyak itu??!”
“Betul itu pak. Apa mentang-mentang sampean orang kaya?! Mau berbuat sesuka hati?!!”
Lelaki paruh baya itu tertegun.
Di Sebuah Warung Mereka Beri Aku Ketakjuban
Di tempat lain, di sebuah sore, aku nongkrong di warung kopi pinggiran kota. Tiga lelaki berbincang tentang pendapatan sehari-hari yang tak sebanding dengan kebutuhan mereka. Entah apa pekerjaan mereka. Tetapi mendengar pendapatan mereka yang tak lebih dari 20 ribu, bisa saja kutebak mereka adalah pengamen, atau pengorek barang bekas untuk dijual kembali.
Kemudian datanglah dua wanita. Satu wanita tua, satunya lagi wanita muda menggendong anak bayi. Mereka dua kali melewati jalan depan warung kopi. Lantas numpang duduk di bangku warung.
“Kok bolak-balik bu? Kesasar atau bagaimana?” tanya salah seorang dari mereka. Wanita muda menjawab mereka sedang mencari jalan pulang. Mereka terkekeh. “Wuahh, itu jalan yang jauh bu. Sebaiknya sampean naik becak saja. Di sini adanya becak. Kalau jalan kaki, kasihan bayinya…”
“Iya pak makasih. Berapa ya kira-kira ongkosnya?”
“Ya paling 20 ribu …”
“Kalo jalan kaki, rutenya seperti apa ya pak?” tanya wanita tua. Salah seorang dari mereka memberi jalur jalan. Dua wanita itu kemudian berterima kasih dan melanjutkan perjalanan.
“Bu, bu… tunggu. Kenapa jalan kaki? Itu lho ada becak …”
“Oh ya. Terima kasih pak. Kami jalan kaki saja …”
Tiga orang itu terdiam. Namun di antara mereka kemudian memanggil tukang becak. Memintanya agar mengantarkan dua wanita itu ke jalan raya. Ia merogok kantong, memberi ongkos 20 ribu.
Aku yang menyaksikan orang-orang ini terperangah. Tanpa harus bilang sedang tak cukup uang, mereka tahu pasti kesulitan dua wanita itu enggan naik becak. Dan dua wanita itu, tampaknya juga tak ingin menjelaskan sedang kehabisan perbekalan. Mereka lebih memilih tangguh, lebih baik tetap jalan kaki.
Mereka semua adalah warna kehidupan rakyat kecil. Betapa hebatnya mereka. Mereka lebih adil dari para pakar keadilan. Mereka lebih mengurus ketimbang dari para pengurus mereka di atas sana.
Dan lebih lagi, adalah betapa malunya saya. Yang tak berbuat apa-apa atas realitas sesama sehari-hari. Tak memiliki kepedulian yang kuat. oh Tuhan, terima kasih pengalaman hebat-Mu hari ini.
0 komentar:
Posting Komentar