Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. Pepatah tersebut sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pernah menyampaikan hal serupa dalam pidato terakhirnya yang berjudul “jasmerah”. Dalam pidato tersebut, Presiden Soekarno berpesan agar masyarakat Indonesia selalu mengingat sejarah, karena sejarah mampu menjadi cerminan dalam melangkah di kehidupan yang akan datang.
85 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 Oktober 1945, masyarakat Indonesia membuat sejarah pergerakan. Saat itu organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh wilayah Indonesia mengadakan Kongres Pemuda II di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta. Kongres tersebut menghasilkan keputusan yang dikenal dengan sumpah pemuda. Adapun isi sumpah pemuda tersebut adalah
PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.
Momentum sumpah Pemuda memiliki dampak yang besar terhadap organisasi pergerakan nasional. Organisasi-organisasi politik yang lahir setelah Sumpah Pemuda, semuanya memakai kata “Indonesia” dalam namanya, seperti Partai Indonesia (Partindo) tahun 1931, Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) tahun 1931, Partai Indonesia Raya (Parindra) tahun 1935 dan lain-lain. Bahkan Partai Sarekat Islam pada tahun 1929 berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Adanya kata Indonesia dalam tiap organisasi tersebut menggambarkan kesadaran sebagai satu kesatuan bangsa yang harus saling mendukung satu sama lain.
Namun kini, setelah 85 tahun peristiwa sumpah pemuda, apa yang terjadi di Indonesia? Masyarakat Indonesia sepertinya telah melupakan makna penting di balik peristiwa tersebut. Akibatnya, setiap hari kita selalu mendengar tawuran dan perkelahian antar kelompok masyarakat. Padahal, 85 tahun yang lalu, pendahulu bangsa ini telah berkomitmen untuk bersatu dalam keragaman, Indonesia. Terlebih lagi semakin banyaknya kasus korupsi yang menjerat sejumlah elit politik negeri ini, semakin menggambarkan kurangnya rasa persatuan sebagai bangsa Indonesia. Bagaimana tidak, seorang yang merasa satu kesatuan tidak akan mau mengambil hak milik saudaranya. Padahal, masih banyak masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan yang memerlukan bantuan.
Kelakuan para koruptor sangat merugikan Indonesia, karena berdampak pada tersendatnya jaminan yang diberikan oleh negara kepada warga negara Indonesia di tengah peningkatan angka kemiskinan masyarakat. Padahal dalam UUD 1945 pasal 34 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Untuk itu, sudah saatnya bagi kita para pemuda Indonesia agar segera bangkit dari keterpurukan moral dan mempererat persatuan. Melalui peringatan hari sumpah pemuda yang ke-85 marilah kita kembali mengingat dan memaknai sumpah yang telah diucapkan oleh para pendahulu bangsa, agar dapat kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, demi mewujudkan Indonesia yang lebih berdaulat.
0 komentar:
Posting Komentar