EMPAT calon Kepala Desa, Desa Bunder, Patuk, Gunungkidul, DIY hari ini, Ahad Wage, 27 Oktober, bertarung sengit. Incumbent dikeroyok tiga pendatang baru. Ada prediksi wajah baru bakal melibas suara, Tetapi ada pendapat lain, incumbent ‘di atas angin’.
Mulud (83) mantan carik Desa Bunder berpendapat, empat calon Kades yang saat ini siap meperebutkan kursi no 1 di Desa Bunder, semuanya baik sekaligus semuanya jelek. Mau cari baiknya ketemu baik, mau cari jeleknya ketemu jelek.
“Tetapi,” demikian Mulud yang purnawirawan polisi itu menambahkan, “masyarakat berharap, kades yang terpilih nanti adalah yang terbaik diantara yang jelek. Siapapun yang terpilih dialah yang yang menjadi bapaknya masyarakat Bunder. Dia yang harus kita dukung tanpa reserve”.
Ccalon Kades Bunder: Ngadiyat dengan no. undian (1), Maryadi (2), Kabul Santoso (3) –incumbent, dan Paryanto (4), masing-masing memiliki basis pendukung yang kuat dan kongkrit. Ini pendapat Widodo (32) warga Bunder. Kabul Santoso berbasis di Widoro Kulon, Maryadi di Plosokerep, Paryanto di Gambiran, dan Ngadiyat berbasis di Widoro Wetan. Praktis pedukuhan Ngepung , kemuning dan Bunder diincar habis-habisan oleh keempat calon.
“Terlepas mereka membangun basis”, kata Mulyadi (40), tokoh yang sehari hari mengelola bengkel, “masing calon kades memiliki kelebihan sekaligus kekuarangan”. Rupanya secara pribadi, Mulyadi sependapat dengan Mulud. “Hanya saja,” begitu Mulyadi menambahkan, “melawan incumbent adalah bukan perkara ringan.”
Fakta di lapangan menunjukkan, saat pemuda Bunder mengikuti pertandingan sepak bola dalam rangka camat cup, Kabul Santoso aktif mengawal sampai ke babak final, dan memraih juara I. Sementara 3 calon kades lainnya pasif total. “Ini”, menurut Mulyadi, “merupakan awal kekalahan jago yang lain dalam merebut simpati masyarakat.”
“Kalah atau menang” kata Jumingin (70) tokoh yang berdomiisili di Ngepung menimpali, “ incumbent ibarat itu rumah, adalah tinggal menyempurnakan. Kita akan menemui banyak hambatan ketika harus membangun rumah baru.”
“Panas tetapi dingin”, Ngatman (45) ketua RW Dusun Widoro Wetan, yang secara terpisah dihubungi wartawan mengatakan, “persaingan para calon dalam melakukan pendekatan ke warga, cukup semarak”. Sejauh pengamatan Ngatman, situasinya ‘mandali’ aman dan terkendali.
Hal lain yang tak bisa dipungkiri, di sela pelaksanaan pilihan kepala desa (pilkades) tak seditkit spekulan yang beradu nasib (berjudi). Mereka saling mengunngulkan jagonya. Taruhan di arena seperti itu konon mencapai puluhan bahkan ratusan jutaan rupiah. Para pengadu untung itu tidak nampak, kerena mereka berbaur dengan masyarakat setempat.
Macam apapun pendapat masyarakat, kursi kepala desa adalah ‘kursi politik’. Para penganut paham demokrasi meyakini, kursi itu milik rakyat, dan di seberang lain, suara rakyat adalah suara Tuhan. Kepada siapa kursi itu diberikan, semua tergantung sang pencipta.
0 komentar:
Posting Komentar