Lagi kasus video asusila pelajar SMP4 menjadi tamparan keras dunia pendidikan negeri ini. Dan sesuai kebiasaan, sekali ada kasus pasti akan melibatkan orang- orang penting negeri ini. Mulai gubernur dan jajarannya, KPAI, anggota Dewan hingga mendikbud (belum aja presiden ikutan ngomong) dan polisi tentu saja sebagai pihak penyidik (Yang males kalau saling tuding sih!)
Dilansir dari liputan6.com , melalui Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat, AKBP Tatan Dirsan (22 Oktober) diduga keduanya melakukan atas dasar suka sama suka, apalagi kedua remaja itu, memiliki hubungan khusus . Katanya sih ada adegan mereka ketawa-ketawa bersama dalam rekaman itu. Aneh sih, kalau orang tua salah satu pelajar bilangnya dugaan perkosaan. Apalagi kabarnya sudah 3 kali melakukannya. Wew, perkosaan berkali- kali namanya…..
Pemerhati anak, Kak Seto juga angkat bicara atas beredarnya video asusila itu di dunia maya. Kak Seto meminta agar rekaman dari adegan tak senonoh itu dihapus semua pihak yang tidak berkepentingan, agar tidak mempengaruhi psikologi korban. Sangat disayangkan, mengapa cuma video ini yang diminta di hapus? Padahal sekali kita search di google/youtube tentang video mesum pelajar akan ditemukan ribuan video yang sama hanya beda pelaku dan tempat saja. Kalau Kominfo diminta menghapus ya hapus semua video porno yang memang pengaruhnya negative untuk anak- anak.
Lain hal disampaikan KPAI, Komisioner KPAI Bidang Napza dan Pornogragi Maria Advianti menyatakan Pernyataan polisi bahwa hubungan dilakukan atas dasar suka sama suka itu dinilai tidak masuk akal. Ia curiga pelajar wanita telah dicekoki obat tertentu sebelum melakukan adegan seperti dalam rekaman video itu. (Cuph ya saya nggak nonton jadi juga nggak tau ekspresi pelajar wanita mabok obat apa nggak). Tapi kalau benar adegannya ketawa ketiwi dan sudah berkali- kali melakukan, kok sangsi ya dia dicekoki obat. Baiklah kita lihat hasil penyidikan pihak kepolisian yang katanya masih memeriksa si “artisnya.”
Tapi memang pada kenyataannya fakta di lapangan mengungkapkan remaja indonesia memang sedang mengalami degradasi moral. Berdasarkan hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 62,7 persen remaja tidak perawan lagi. Bahkan 21,2 persen mengaku pernah melakukan aborsi. Ckckck …… memprihatinkan bukan?
Saya menyaksikan sendiri pemandangan tiap weekend sungguh membuat sakit mata. Remaja- remaja kita sudah tak memegang pakem “berpacaran” orang zaman dulu (ini kata orang- orang tua di sekitar saya). Pelukan, kiss bahkan hubungan suami istri sudah mereka lakukan. Sempet shock waktu di awal tinggal di kota ini, pas lagi ke mall apalagi di bioskop lihat anak yang ah masih SMP kok dilihat dari seragam bawahannya (atasnya pakai kaos), pelukan gitu. Hah! Neh bocah masih kecil juga, pikir saya. Tapi ternyata emang umum sih. *geleng- geleng kepala aja*
Saya sendiri pernah menemukan novel remaja yang isinya menggambarkan detail hubungan berpacaran seperti apa. Tak sebatas pegang tangan, pelukan, French kiss sampai istilah grepe- grepe bagian dada atas (untungnya novel ini tidak membahas adegan suami istri). Tahu umur penulis? 15 tahun euy!! Busyet dah, dia dengan gambling menceritakan apa yang dilakukan pacaran. Yang beneran saya baru tahu kalau pacaran versi anak sekarang kebanyakan kayak gitu. Dan satu lagi, yang terpikir oleh saya ini kepada penulis adalah ini dibuat atas pengalaman pribadi atau lingkungan teman- teman atau daya imajinasi yang “luar biasa”. Bayangkan novel itu dibaca remaja- remaja yang boleh dibilang dalam masa ababil, masa coba- coba. Dicoba ke pacarnya, nah lo?
Ah, jangankan novel yang saya ceritakan. Canggihnya zaman juga jadi pemicu. Anak SD aja sudang pegang BB/Smartphone canggih lainnya. Iya kalau yang didownload film untuk seusianya nah kalau film- film atau video porno. Entahlah sudah semakin kacau saja……
Peran serta orang tua dan guru menjadi dasar perkembangan anak. Control pak/ ibu anaknya?? Jangan Cuma sibuk bekerja melupakan perkembangan anak- anaknya. Atau bapak/ ibu guru di sekolah, jangan terlalu sibuklah ngurusin sertifikasi samapai- sampai anak murid melakukan tindak asusila di kelas (bahkan berkali- kali) nggak ketahuan. Pentingnya pendidikan sex usia dini harus pula berbarengan dengan pendidikan agama. Anak diajarkan sebab dan akibat dari perilaku yang belum boleh dilakukan untuk anak seusianya. Jangan sampai orang tua kecolongan lagi, tak hanya orang tua yang malu tapi juga pikirkan psikologi anak. Mereka itu korban pada dasarnya. Saya menyakini, anak yang tumbuh dengan dukungan dan perhatian serta ajaran yang baik dari orang tua/guru/lingkungan tentu kelak menjadi generasi muda yang membanggakan.
(ISL)
Bandung, 26 Okt 2013
Sumber berita terkait
Liputan6.com
Tribbunnews.com
0 komentar:
Posting Komentar