Keberadaan FPI memang menjadi sebuah kontroversi. Apalagi, di sebuah Negara yang katanya paling toleransi. Padahal belum ada satupun Negara di dunia yang toleran, termasuk Amerika Serikat yang menjadi kiblat kaum liberal dan sekuler. Di barat, intimidasi kerap terjadi pada minoritas dan kaum imigran.
Terlebih lagi media yang di Indonesia condong sekuler. Sehingga ketika ormas atau orang yang memakai embel-embel agama (Islam) selalu disorot dan yang membuat miris adalah pemeberitaannya sangat miring. Melanggar HAM, Intoleransi dan bertabrakan dengan Bhineka Tunggal Ika.
Salah satunya adalah Ormas FPI yang kerap berdakwah menggunakan kekerasan. Namun, FPI sebagaimana yang diceritaain oleh juru bicaranya kemaren malam dalam acara debat bahwa pihaknya telah melakukan prosedur terlebih dahulu.
Contohnya, ketika FPI mau menutup warung remang-remang tanpa dan prostitusi tanpa izin, hiburan malam terlebih dahulu menggunakan jalur persuasive, melaporkan ke pihak terkait dan jika tidak mendapat respon baru turun kelapangan.
Sebagaimana kita ketahui hokum di Negara kita mandul, Perda ompong dan peraturan lainnya hanya sebagai symbol tapi tidak pernah ditaati dan menegakan UU dan Perda tersebut. Seandainya, jika penegak hokum dan pemerintah benar-benar memebrantas maksiat yang kian merajalela tentu FPI itu tidak ada.
Pengaruh maksiat dan seks bebas akhir-akhir ini sangat memprihatinkan dan terakhir tersebarnya video porno anak sekolah yang cukup meresahkan. Itu semua dampak dari berkembang biaknya kemaksiatan.
Kedamaian dan kebenaran itu tidak pernah sinkron, keduanya ini saling bertabrakan antara satu dengan yang lain. Jika ingin menegakan kebeneran, harus mengobrak-abrik kedamaian. Namun, masyarakat Indonesia cendrung dengan kedamaian.
Makanya, sejumlah kasus tidak pernah selesai. Seperti kasus Tanjung Priok, DOM di Aceh, pembantaaian umat muslim di Ambon dan Poso. Semua pelanggaran HAM yang sangat melukai umat Islam itu tidak pernah diselesaikan di pengadilan. Adapun Poso hanya menghukum orang di lapangan, tapi actor intelektualnya tidak pernah tersentuh hokum. Kenapa semua itu mengendap?salah satunya kita selalu memilih jalan damai. Bukan jalan kebenaran. Sebab kebenaran tersebut meneteskan darah.
Dan soal kemaksiatan yang diberantas FPI adalah suatu kebenaran. Namun, lantaran masyarakat memang menyukai maksiat tersebut, makanya bentrokan terjadi. Dalam agama apapun kemaksiatan itu dilarang, termasuk didukung dengan Perda di daerah setempat.
Namun FPI itu bukan politisi atau partai politik dimana jika setiap mengadakan acara social atau menyerahkan bantuan selalu memanggil media untuk dipublikasi, agar bantuan, sedekah atau infak yang dia serahkan diketahui public. Sedangkan FPI memakai analogi “jika tangan kanan membantu, tangan kiri jangan sampai tahu.”
Banyak kok kegiatan yang positif yang dilakukan FPI. Seperti mengevakuasi puluhan ribu mayat korban Tsunami Aceh. Aksi social banjir dan kebakaran di berbagai daerah. Terjun langsung ke daerah yang terkena bencana alam. Dan baru-baru ini kata Jubir FPI mereka melakukan bedah rumah. Namun salahnya FPI tidak memanggil media atau release di berbagai media masa. Sehingga public tidak mengetahui.
Sekarang Tanya diri kita sendiri apakah mau terjun ke daerah bencana menjadi relawan. Sangat sedikit lo yang mau. Paliangan kita memilih mengerjakan pekerjaan, atau sibuk dengan bisnis. Adapun yang mau itu hanya sangat sedikit sekali. Sebab di daerah bencana itu siatuasinya sangat mencekam. Tidur di tenda-tenda darurat, makan seadanya, mandi kadang-kadang sekali sehari. Seringkali tidak mempunyai akses informasi dan masih banyak lagi. Saya kira anda tidak akan mau.
Namun, kita yang jarang berbuat social kepada orang lain malah memaki, mencaci sedemikian rupa. Kita yang hanya memikirkan perut dan dibawah perut malah membenci, mengumpat kepada orang-orang yang telah mendidikasikan hidupnya bagi orang banyak. FPI itu lebih mulia dari kita.
Kata guru ngaji saya, jika ada orang yang membenci, mengumpat atau mencaci maki orang lain berarti hati orang itu telah berkarat.
0 komentar:
Posting Komentar