Salam Kompasiana,
Semakin tinggi puncak popularitas seorang maka semakin tinggi pula goncangan yang menimpanya, seberapa kuat dia bertahan tergantung dari kemampuan tiap pribadi dalam mengolah kekurangan dan kekuatan yang dimilikinya.
Hal yang sama juga berlaku untuk posisi presiden dinegeri ini. Dengan kemajemukan warganya, dengan berbagai suku dan bangsa serta agama, plus kondisi real yang berbeda ditiap daerah membuat negeri ini membutuhkan presiden yang kuat dalam segala hal dalam mengemban amanah yang sedang dipimpinnya.
Tetapi harus diakui menjadi presiden milik semua rakyat bukanlah perkara mudah, sistem ketatanegaraan dinegeri ini yang menganut sistem parlamenter. Mau tidak mau suka atau tidak suka semua kebijakan akan mengerucut pada domain partai yang berkuasa. Semua apabila berbicara adalah atas dasar demi rakyat pun sama dengan Presiden kita SBY betapa sulit menjadi presiden milik semua rakyat, yang kental adalah presiden partai democrat yang lebih kental selama ini.
Dulu di 2004 Presiden SBY merasakan masa-masa manis dengan media massa, sehingga membuatnya menjadi ‘media darling’ dengan permasalahan yang ada mengiringinya. Itulah satu jalan yang membuatnya dibantu dengan kendaraan Partai Demokrat menjadi presiden negeri ini hingga dua periode.
Perjalanan panjang lebih dari 9 tahun, sedikit demi sedikit permasalahan muncul. Utamanya permasalahan dari internal partai yang mengemuka keluar yaitu kasus dugaan korupsi yang melibatkan beberapa elit dari partai Demokrat. Sehingga membuat keadaan berbalik utamanya untuk Presiden SBY dan Partai Demokrat.
Dan pagi ini saat temu kader nasional Parta Demokrat di Sentul , Presiden SBY kembali mengeluh atas perlakuan media terhadap dirinya dan Partai Demokrat (PD). Ketua Umum PD ini “curhat”, bahwa selama dua tahun terakhir terus diserang oleh pemberitaan media massa.
“Selama dua tahun partai kita dihabisi lawan politik dan media massa. Sebagian ada di depan saya,” ujarnya saat memberi sambutan dalam acara Temu Kader Nasional PD, di Sentul, Sabtu (26/10).
SBY mempertanyakan kenapa media terus memberitakan kasus korupsi yang membelit kader PD.
“Memang kita tidak punya TV, koran, dan media online. Saya dan partai kita tidak punya uang belimpah untuk kuasai siaran dan iklan di TV,” kata dia.
Lebih jauh, SBY juga menyinggung soal kemampuan kadernya yang juga tidak memiliki kemampuan menguasai media.
“Saya keliling beberapa provinsi, saya lihat pinggir-pinggir jalan, atribut partai kita baliha, billobord minim sekali. Kalah jauh dibanding partai lain. Saya bukan salahkan siapa-siapa,” kata dia. (sumber :rimanews.com)
Sebenarnya simple saja presiden SBY, menjadi Presiden negeri 200 juta plus Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat mau tidak mau membuat kita tidak bisa seribu persen mengurus permasalahan rakyat kita, apalagi permasalahan terus mendera Partai Demokrat yang menjadi kendaraan politik Presiden SBY.
Kritik dari media maupun lawan politik bila disikapi dengan bijak akan indah, memuaskan jutaan rakyat Indonesia apalagi lawan-lawan politik ndak akan pernah ada habisnya. Tinggal bagaimana presiden SBY bisa amanah dalam menjalankan tugas presidennya, mumpung mau habis periode alangkah indah apabila SBY lebih fokus untuk mengurus permasalahan yang terjadi dimasyarakat.
Permasalahan di Partai Demokrat yang juga sedang bersiap untuk Konvensi biarkanlah elit politik PD untuk mulai menjadi diri sendiri dalam menentukan kearah mana PD nanti kedepannya. Sudah saat nya Presiden SBY menjadi presiden masyarakat Indonesia seutuhnya.
Curhat itu memang diperlukan , tapi lebih penting adalah kerja keras dalam mengabdi kepada rakyat Indonesia !
Kritikan tajam merupakan kesempatan bagi Presiden SBY dan Partainya untuk membuktikan kapasitasnya.
Salam Kompasiana,
Wefi
0 komentar:
Posting Komentar