blazer korea murah

AMBIGUITAS SIKAP MENDAGRI - QUO VADIS PAK PRESIDEN



13828247291127002126


Oleh: Marlin Bato,

Jakarta, 27/10/2013

Pertaruhan politik tanah air akhir-akhir ini semakin menggeliat sengit menjelang pesta demokrasi 2014. Banyak aksi-aksi individu pejabat pemerintahan maupun pejabat publik terus menghiasi ‘hot news’ di berbagai media. Aksi individu tersebut dapat dicermati berupa statement kontradiksi [pro dan kontra] antar masing-masing elit parpol, saling serang menyerang, hujat menghujat, seolah hal itu semakin lumrah di negeri yang terkenal ramah ini. Aksi teranyar ialah statement menteri dalam negeri [Gamawan Fauzi] yang mengajak seluruh Kepala Daerah untuk bekerja sama dengan salah satu ormas, sebut saja Front Pembela Islam [FPI]. Terang saja, kemunculan statement ini mengundang banyak pertanyaan kritis dibenak 250 juta warga Indonesia.


Pertanyaan yang paling krusial adalah: “Bagaimana mungkin seorang menteri yang notabene sebagai pembantu presiden bisa mengeluarkan sebuah statement yang bukan saja melukai hati rakyat, tetapi juga melukai hati presiden sebagai kepala negara”.


Pertanyaan lanjutan yang ingin saya garisbawahi adalah; Dimana posisi beliau [Gamawan Fauzi] ketika presiden dihujat oleh FPI sebagai seorang pembohong dan pecundang??


Kita semua tahu, belum lama ini masyarakat Indonesia disuguhi berbagai intrik dan retorika dari kubu FPI sebagai ormas yang begitu frontal menyerang SBY terkait tragedi Kendal. Kita semua juga tahu belum lama ini terjadi aksi penyiraman dimarkas TVONE yang dilakukan oleh Munarman [red. aktivis FPI] kepada Prof. Tamrin Tomagola. Masih banyak lagi rentetan peristiwa dan nokta merah hasil elaborasi aktivis FPI yang melukai hati rakyat. Semua rentetan peristiwa tersebut terkesan “By Desain” yang justru dibiarkan berkecamuk dan bermetafora tanpa ada yang mampu mengontrol sehingga aksi-aksi vandalisme itu terus terjadi.


Masih kental dalam ingatan soal kebijakan E-KTP beberapa waktu lalu. Sudah hampir 5 tahun E-KTP belum juga rampung 100 %, bahkan menimbulkan kekisruhan baru soal DPT (Daftar Pemilih Tetap). Untuk foto copy E-KTP saja memunculkan masalah baru. Padahal pemilihan presiden tinggal menghitung bulan. Tak pelak, beberapa pengamat dan politisi menilai, kebijakan ini disinyalir tidak terlepas dari indikasi korupsi bahkan juga syarat manipulatif berorientasi pilpres 2014.


Menimbang berbagai kekisruhan yang terjadi dan pembiaran-pembiaran oleh aparatur negara seolah menjadi trend baru untuk melegitimasikan bahwa manupulasi kekuatan, data dan kekerasan mampu menguasai demokrasi di negeri ini. Ada yang aneh di negeri ini, sepertinya demokrasi Indonesia telah dibajak oleh segelintir kartel menggunakan masker nasionalis. Demokrasi Indonesia tak lebih, layaknya seperti “Criminal Democratic” [mengutip ungkapan seorang tokoh petisi 50 Cris Siner Keytimu].


Pada titik kulminasi politik, masyarakat Indonesia dihadapkan pada persoalan yang teramat pelik, manakala pejabat publik dan pejabat pemerintahan terjangkit sindrom egocentris, sindrom diskriminasi hak hidup, sindrom korupsi, sindrom neoliberalisme dan kapitalisme dan lain sebagainya. Roh negara kesatuan Indonesia telah tergadai dengan iming-iming hedonis oleh kaum borjuis.


Mencerna melalui lensa retina atas fenomena yang dipertontonkan elit-elit politik di negeri ini, membuat rakyat Indonesia semakin resah dan apatis yang memunculkan kegalauan-kegaluan masif atas kebijakan dan arahan yang justru membuat negeri ini berada diambang bayang-bayang kehancuran.


Sikap Menteri Dalam Negeri beberapa waktu lalu merupakan salah satu indikasi bahwa negeri ini seperti negeri auto pilot yang telah keluar dari ‘rule’ semangat nasionalisme, kesatuan dan persatuan berasaskan pancasila.


Ambiguitas sikap mendagri tidak lagi mengakomodir kepentingan segenap rakyat Indonesia melainkan hanya untuk golongan tertentu. Tidak lagi menjaga etika dan wibawah kepresidennan melainkan justru menelanjangi kepala negara sebagai icon dan wajah 250 juta rakyat Indonesia. Lebih aneh lagi, SBY selaku presiden justru seperti membiarkan pembantunya mengeluarkan statement tanpa kontrol. Quo Vadis Pak Presiden???


Di sudut pandang yang berbeda, saya mencoba menguraikan sebuah makna yang tersembunyi bahwa; jika pemerintah [SBY] terus melakukan pembiaran-pembiaran terhadap berbagai fenomena yang menderah bangsa ini, bukan tidak mungkin pemerintah [SBY] sendiri yang telah dengan sadar dan sengaja menciptakan kekisruhan dan kegaduhan politik untuk menghancurkan sendi-sendi persatuan yang telah terintegral sekian lama. Bukan tidak mungkin pemerintah [SBY] akan memanfaatkan iklim kegaduhan politik demi hegemoni golongannya sendiri seperti ungkapan raja Louis XIV dari Prancis: “L’État, c’est moi” (Negara Adalah Saya). Karena itu, kekuasaan hanya akan bertumpu pada satu golongan, maka bersiaplah untuk menerima stereotip dan stigma negatif dari rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Marauke, dari Miangas sampai pulau Rote.




Suara lirih dari lembah demokritis - Salam Hormat..!!


sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/10/27/ambiguitas-sikap-mendagri-quo-vadis-pak-presiden-604152.html

AMBIGUITAS SIKAP MENDAGRI - QUO VADIS PAK PRESIDEN | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar