Presiden RI,SBY belakangan ini terus menerus mengeluh,marah,kesal,merasa diperlakukan tidak adil yang menimpa dirinya dan keluarganya serta partainya,Partai Demokrat.
Ada beberapa catatan tentang SBY yang bisa membuktikan bahwa kemungkinan besar SBY sedang mengidap gejala Post Power Syndrome menjelang akhir pemerintahannya.
Yang pertama adalah reaksi SBY ketika namanya disebut oleh Luthfi Hasan Ishaaq (LHI),bahwa Bunda Putri mengenal SBY dan rencana reshuffle kabinet. Kedua adalah sms yang diduga berasal dari SBY kepada para kader elit Partai Demokrat,dimana dalam sms tersebut SBY marah dan menuduh Anas Urbaningrum dan ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) hendak menghancurkan SBY dan Partai Demokrat. Ketiga,didalam temu kader PD di Sentul,Bogor baru-baru ini juga menyerang pers yang memperlakukan dirinya tidak adil,menjadi korban pemberitaan di media yang tidak seimbang,kader PD yang terkena kasus korupsi di “blow-up” sedemikian rupa padahal kader partai lain juga ada yang korupsi,akibatnya semua tentu saja membuat elektabilitas PD jeblo,dsb ; Bahkan tuduhan ada media TV yang seringkali memojokkan PD. Kader PD diminta membela Partainya (entah yang dimaksud SBY barangkali kader PD harus meniru Ruhut Sitompul yang senang membela SBY dan PD….?)
Ketiga sikap SBY tersebut memenuhi beberapa unsur yang terdapat pada kondisi gejala dari post-power syndrome :
1. Gejala fisik : SBY terlihat lebih tua,coba bandingkan SBY ketika mulai pertama kali menjadi Presiden di tahun 2004 dan kondisi fisik sekarang menjelang berakhir pemerintahannya. Sangat jauh sekali perbedaannya. Hal ini berbeda ketika Soeharto “naik tahta” pada tahun 1969 hingga 1979 ; Soeharto tetap segar bugar dan bahkan terlihat semakin tampan serta berwibawa.
2. Gejala emosi : SBY jadi mudah tersinggung,atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil ; Bahkan isu SBY hanya mendengar dari orang-orang tertentu saja (Gede Pasek menanggapi SMS yang beredar) itu bisa membuktikan bahwa SBY menarik diri dari lingkungan yang luas menjadi terbatas adalah gejala emosi yang mengarah kepada tidak suka dibantah atau dikritik. Perilaku Ibas Yudhoyono yang memuji-muji kinerja SBY di Sentul membuktikan bahwa “ayahanda” sebenarnya sedang dalam kondisi galau.
3. Gejala perilaku : SBY menjadi lebih sensitif dan sepertinya senang berbicara mengenai kehebatan dirinya (puji-pujian yang dilakukan Ibas Yudhoyono) serta senang menyerang,mencela (pernyataan LHI dicela),mengkritik, tak mau kalah,menunjukkan kemarahan dan kekecewaan sampai di tempat umum.
Ciri kepribadian yang rentan terhadap post power syndrome juga salah satunya adalah semua jabatan penting dirangkapnya. SBY dikenal sebagai sosok yang menjadi Presiden dan Kepala Negara RI,tetapi juga bukan sekedar Ketua Majelis Kehormatan,Ketua Dewan Pembina,tetapi juga Ketua Umum Partai Demokrat. Sebuah jabatan yang barangkali tidak ada duanya di sebuah negara yang katanya menjunjung demokrasi sebagai pilar utama kebangkitan Indonesia. Seorang presiden dan kepala negara Amerika Serikat,negara super power pun tidak melakukan rangkap jabatan di partainya (Partai Demokrat dan Republik).
Apakah SBY di menjelang akhir jabatannya (kurang dari setahun ini) sedang mengidap gejala post power syndrome? Semua orang tentu sedang mengamatinya…..!
0 komentar:
Posting Komentar