Peran media tidak seratus persen bisa mendongkrak popularitas dalam panggung politik. Pada dasarnya hubungan media dan politik sangat erat kaitannya dalam berbagai perspektif masyarakat, namun yang terjadi terkadang hal itu malah berseberangan dalam jalurnya. Dalam konteks komunikasi politik elektabilitas itu memang sangat penting, karena disitu kita akan mengetahui seberapa besar peran dan fungsi penguasa politik itu.
Hirup pikuk perpolitikan dalam dewasa ini tentunya tidak terlepas dari terpaan media, apalagi Indonesia yang menjelang pemilu calon presiden 2014 mendatang. Tentunya para parpol akan senantiasa berlomba-lomba demi menaruh simpatisan rakyat untuk mencari dukungan, dengan begitu proyeksi untuk menjabat dalam tahta tertinggi akan semakin memanas dalam negeri ini. Di samping itu perlunya kita sebagai masyarakat Indonesia harus bisa memposisikan diri dalam arti tidak salah kaprah dalam antusias membantu memilih calon presiden yang bijak bagi negeri ini.
Mungkin hal-hal yang perlu diperhatikan adalah harus mengetahui latar belakang calon pemimpin bangsa ini, agar nantinya siklus pemimpin negeri yang mendapat gelar presiden itu tidak semena-mena demi kepentingan semata. Dalam kaca mata pribadi saya, melihat gencarnya media membangun citra lewat berbagai kepentingan partai politik, seperti saat ini, katakanlah Antv, TvOne yang menggembor-gemborkan ARB (Abu Rizal Bakri). Dalam pengamatan kali ini, memang sepatutnya kita harus mengetahui keterbukaan alam berpendapat, karena disitu nantinya kita akan menemukan suatu inspirasi baru.
Catur perpolitikan hari ini lebih banyak menggunakan media, apalagi untuk mencitrakan sosol figur yang terkemuka pastinya membutuhkan peran dan fungsi media itu sendiri. Dalam hal ini ARB menggunakan stasiun TV miliknya sendiri untuk mencitrakan figurnya. Namun dalam persaingan panggung politik hari, elektabilitas masih berada jauh di atas Jokowi, padahal Jokowi sendiri tidak mempunyai media sendiri. Sungguh hal yang empiris memang. Terkadang lewat aksi dan tindakan akan bisa membuat masyarakat berbecak kagum, karena masyarakat akan lebih menilai lewat bukti bukan janji.
Jadi ada hipotesa yang bisa diamati dalam konteks ini, meskipun media adalah pilar ke empat dari pada sistem demokrasi Indonesia tetap saja peran utama adalah masyarakat yang menilai. Apalagi jika dilihat dari unsur komunikasi politiknya akan membawa sebuah partisipan opini saja, karena suntikan jarum hipodermik yang diberikan media kepada publik terkadang belum bisa menyentuh hati masyarakat, meskipun itu merata tapi belum tentu mengena.
Implikasi sementaranya adalah bagaimana mengkorelasikan antara peran politik dan media, karena dua komponen ini sangat erat kaitannya, sehingga peran “kita” sebagai masyarakat yang bermartabat harus signifikan dan pandai mengolah suatu sistem. Pada dasarnya hal yang baik akan kembali pula pada kebaikan, hal ini yang harus diprioritaskan pada pemimpin-pemimpin kita, khususnya untuk anak cucu bangsa Indonesia.
“Khusnul Abid”
0 komentar:
Posting Komentar