Sosok pemuda dalam masyarakat apapun selalu jadi perhatian. Dunia pemuda adalah dunia usia muda yang dinamis, kreatif, penuh idealisme dan haus akan ilmu pengetahuan. Hal ini tidak berlebihan karena dalam kenyataannya gambaran inilah yang mewakili pencitraan sosok pemuda. Ini merupakan gambaran ideal namun faktanya sesuatu yang ideal tidaklah sama dengan realita lapangan.
Dalam kenyataan, kita mungkin banyak menemukan saudara-saudara pemuda kita yang dengan sungguh-sungguh bekerja dan mengukir prestasi, tetapi disisi lain kita juga melihat hal-hal negatif yang juga melibatkan pemuda sebagai pelaku utamanya.
Kondisi negatif yang bukan merupakan kabar baik ini tentunya membutuhkan penanganan serius untuk dapat mengoptimalkan peran pemuda, dan ini tentunya berangkat dari kesadaran bahwa pemuda sebenarnya memiliki peran strategis di masyarakat. Peranan strategis pemuda menurut penulis dapat dibagi kedalam lima bagian yaitu: membangkitkan semangat dari masalah; sebegai generasi penerus; generasi pengganti; memperbaiki moral masyarakat dan unsur perbaikan.
Peran pertama pemuda sebagai pembangkit semangat dari permasalahan dapat kita istilahkan sebagai generasi pendobrak. Generasi pendobrak disini bukannya anti kemapanan namun peran serta pemuda untuk berani bersikap kritis dalam memecahkan persoalan-persoalan di masyarakat. Sebagai contoh adalah adanya elemen pemuda yang rela turun ke jalan menggelar aksi damai menyuarakan isu-isu yang krusial di masyarakat. Tujuannya adalah menyadarkan masyarakat bahwa ada isu-isu penting yang perlu perhatian bersama dan tidak cukup jika hanya ditangani pemerintah semata.
Peran kedua sebagai generasi penerus adalah peran pemuda untuk meneruskan kerja generasi pendahulunya. Kita mengenal istilah regenerasi atau kaderisasi dalam bidang kerja apapun berupa penyiapan kader-kader yang unggul sebagai penerus generasi yang sedang memimpin.
Sedangkan peran ketiga sebagai generasi pengganti sangat terkait erat dengan peran kedua. Jika kaum muda telah tiba pada waktunya untuk meneruskan kerja generasi pendahulunya, maka secara otomatis akan terjadi pergantian generasi.
Peran keempat pemuda untuk memperbaiki moral masyarakat adalah peran pemuda untuk membendung degradasi moral yang pada saat ini semakin menjadi melanda masyarakat kita. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa pemuda merupakan sasaran yang sangat potensial untuk terjerumus ke dalam trend negatif degradasi moral karena relatif kurang berpengalaman. Namun disisi lain pemuda juga mampu menjadi benteng masyarakat melalui ilmu yang mereka miliki yang didapatkan dari proses belajar yang ikhlas dan serius. Dengan modal inilah, pemuda dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, yang haq dan yang bathil sebagai bahan untuk menyuarakan kebenaran. Disamping itu, pemuda masih memiliki idealisme yang kuat dan relatif belum terkontaminasi kepentingan-kepentingan sesaat.
Sedangkan peran pemuda sebagai unsur perbaikan adalah pemuda sebagai salah satu bagian masyarakat dalam melakukan kerja perbaikan atas segala permasalahan di masyarakat sesuai kompetensinya.
Sekarang, jika kita amati fenomena-fenomena negatif tentang pemuda disekitar kita lalu membandingkannya dengan bagaimana pentingnya peran pemuda diatas, mungkin kita akan berpikir skeptis: apakah pemuda mampu mengemban perannya dalam kondisi seperti itu? Atau mungkin, ada bentuk keprihatinan terbaru yaitu banyaknya pemuda atau golongan usia muda yang duduk dalam posisi elit pemerintahan dan elit partai politik tidak membuat kondisi negara ini lebih baik, karena mereka justru mengekor kelakuan senior-seniornya yang tidak bisa dibanggakan meskipun latar belakang mereka sesungguhnya kaya dengan kiprah dan reputasi yang positif?
Ini opini yang wajar tapi jika kita mau melihat dengan lebih obyektif dan lebih luas, sebenarnya masih banyak pemuda-pemuda disekitar kita yang mampu berprestasi dan mengaktifkan dirinya dalam kegiatan-kegiatan yang bermanfaat sehingga masih layak untuk diharapkan meskipun jauh dari hingar bingar sorotan media massa.
Tentu saja untuk mengoptimalkan peran-peran tersebut, pemuda harus mampu bersinergi dengan stakeholder-stakeholder lain yaitu pemerintah, kelompok kepentingan dan orang tua.
Pemerintah dalam melaksanakan tugas pokoknya juga bertanggungjawab memberdayakan potensi masyarakat termasuk pemuda melalui kebijakan-kebijakan yang mengakomodasi keikutsertaan pemuda. Yang perlu ditekankan disini adalah adanya komunikasi dua arah, bagaimana antara pemerintah dan pemuda mampu terlibat dalam suasana dialogis dalam menyikapi isu tertentu dan tidak kental nuansa top-down.
Pemuda juga harus mengetahui bagaimana mengatur ritme hubungan dengan pemerintah. Kapan pemuda harus bersikap mendukung kebijakan pemerintah dan kapan harus bersikap kritis atau bahkan menolak suatu kebijakan bila ternyata bertentangan dengan kepentingan publik. Atau dengan kata lain pemuda menjadi mitra kritis pemerintah.
Kaum muda juga banyak yang memilih kelompok kepentingan (interest group) seperti organisasi massa, LSM atau asosiasi profesi sebagai tempat untuk mengaktualisasikan diri dan bahkan tidak jarang justru kaum mudalah yang menjadi inisiator eksistensi lembaga-lembaga tersebut. Cakupan kerja yang dapat dilakukan beraneka ragam, menyesuaikan dengan misi masing-masing lembaga bersangkutan.
Stakeholder lain yang memiliki peran vital dalam mengoptimalkan peran pemuda adalah para orang tua melalui institusi keluarga. Keluarga adalah institusi yang pertama dan utama bagi setiap individu untuk proses internalisasi nilai dan bekal hidup lainnya sampai pada waktunya ia dapat hidup mandiri. Sehingga sudah seyogyanya para orang tua untuk juga terus belajar bagaimana menjadi orang tua yang layak menjadi teladan bagi anak-anaknya. Seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang baik akan memiliki bekal yang cukup dalam menapaki jalan kehidupan. Penulis kerap melihat adanya pembiaran yang dilakukan oleh para orang tua dalam menyikapi perilaku yang buruk dari anak-anaknya. Tidak memperhatikan pergaulannya, tidak mengawasi aktivitasnya diluar rumah, menyerahkan proses tumbuh kembang anak kepada pembantu atau melemparkan tanggung jawab pengawasan perilaku kepada pihak sekolah adalah hal yang kerap dilakukan orang tua yang kurang memahami tugasnya kepada anaknya sendiri. Apapun alasannya, secara biologis, moral dan hukum; orang tua tidak boleh mengabaikan tanggungjawabnya kepada anak. Jika kita mau telusuri akibat perilaku buruk yang dilakukan anak muda seperti narkoba, kejahatan jalanan, penyimpangan seksual cenderung dilatarbelakangi kurangnya perhatian keluarga, situasi keluarga yang tidak kondusif untuk proses tumbuh kembang yang baik atau pembiaran yang dilakukan orang tua atas bibit perilaku yang sebenarnya sudah terlihat sejak masih di lingkungan keluarga.
Maka jangan sampai orang tua menyesal atau menghancurkan kehidupan rumah tangganya jika sang anak sampai terjerumus kedalam perilaku tercela akibat pembiaran perilaku buruk anak yang malah menjadi identitas dominan dari pribadi anak tersebut.
Dengan demikian, sinergi antara pemuda dengan pemerintah, orang tua dan elemen masyarakat lainnya adalah sangat penting dalam rangka mengoptimalkan peran strategis pemuda. Dan tentu yang lebih penting adalah adanya kesadaran di kalangan pemuda untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan dirinya sehingga dapat mengatasi permasalahan yang timbul dan bukannya malah menjadi bagian dari masalah itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar