blazer korea murah

Memaknai Kembali Sumpah Pemuda 1928



Mungkin tak satupun peristiwa besar di negara ini yang tak melibatkan peran pemuda. Sebut saja pergerakan “Kebangkitan Nasional” yang melahirkan Budi Oetomo di tahun 1908 tak lepas dari peran pemuda-pemuda seperti Sutomo, Tjipto Mangoenkoesoemo, dr Setiabudi dsb. Lalu peristiwa Sumpah Pemuda 1928 juga muncul karena peran aktif dari pergerakan pemuda seperti M. Yamin, Amir Syarifuddin, Djoko Marsaid dsb. Di Jaman kemerdekaan mucul tokoh seperti Soekarno, Hatta, Syahrir dsb. Bahkan era reformasi 1998 pun tak bisa dilepaskan dari kontribusi besar para pemuda/mahasiswa pada masa itu. Semangat itulah yang harus terus dikobarkan oleh generasi muda saat ini untuk membawa kemajuan yang positif bagi bangsa dan negara.


Artinya, pemuda telah memainkan peran signifikan dalam berbagai bidang, politik, ekonomi, sosial budaya dsb. Kita patut bangga bahwa banyak pemuda kita yang saat ini memiliki prestasi yang membanggakan baik di bidang olah raga, saint dan teknologi, seni dan budaya, serta banyak lagi hal-hal yang membanggakan bagi negara dan bangsa. Namun di sisi lain kita juga sangat prihatin melihat masih banyaknya pemuda-pemuda kita yang mengalami disorientasi. Praktek kekerasan seperti tawuran antara mahasiswa/pelajar, penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dan berbagai kriminal lainnya. bahkan tak sedikit pula elit-elit politik dari generasi muda yang terlibat peristiwa-peristiwa korupsi dan penyalahgunaan kewenangan lainnya.


Fakta diatas setidaknya memperlihatkan bahwa negara ini masih tak serius memikirkan pemuda sebagai ‘aset’ negara. Ketidakseriusan negara dalam mengurusi pemuda tidak hanya diperlihatkan dari abainya negara dalam melindungi pemuda dari bahaya-bahaya yang melunturkan nasionalisme. Tak seriusnya pemerintah dalam menangani masalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang adalah salau satu contoh dari pembiaran negara terhadap rusaknya generasi mendatang. Belum lagi soal lembeknya penegakan hukum terhadap perilaku-perilaku kriminal seperti tawuran, genk motor dsb. Padahal perilaku-perilaku seperti itulah yang menjadi bibit hancurnya generasi muda pada masa yang akan datang.


Beberapa prestasi gemilang pemuda di level nasional dan international juga tak mendorong hadirnya negara di tengah-tengah pemuda. Lihat saja, beberapa pemuda berprestasi seperti pemenang lomba olimpiade ilmu pengetahuan, justru banyak yang digaet oleh negara-negara maju untuk disekolahkan dan dipekerjakan di negara mereka. Banyak pemenang olimpiade fisika, kimia, matematika atau sint lainnya, digaet oleh universitas-universitas ternama di Amerika, Singapur, Jerman, Jepang dsb. Ini dalah sekelumit dari rendahnya atensi negara terhadap masa depannya sendiri.


Selama ini negara hanya menjadikan pemuda sebagai objek politik semata. Pemuda menjadi idola ketika menjelang Pemilu untuk direkrut sebagai pemilih pemula. Tidak jarang pemuda juga dijadikan sebagai ’sarana promosi’ dengan memunculkannya sebagai calon-calon pemimpin. namun prakteknya tak lebih dari jargon yang jauh panggang dari api. Pembentukan institusi negara semacam Kementerian Pemuda pun tak pernah memunculkan gagasan yang jelas soal pemuda. Selain tak diisi oleh Menteri yang memiliki ‘jiwa’ kepemudaan, juga tak ada program yang jelas, terarah dan terukur untuk memajukan pemuda Indonesia.


Akibatnya, kita nampak memiliki generasi yang terputus dengan pemuda sebelumnya. Etos, spirit dan militansi pemuda-pemuda pada masa perguruan tak lagi nampak kuat di diri pemuda saat ini, yang ada justru generasi muda yang menyukai ‘jalan pintas’, mudah mengeluh, mudah marah dan apatis. Peringatan hari Sumpah Pemuda hanya menjadi ritual tahunan yang tidak lagi magis. Ia kehilangan makna spiritualnya yang tak lagi diikat dalam tanah air, berbangsa dan berbahasa yang satu, yakni Indonesia. Sumpah pemuda hanya tinggal menjadi kata-kata sejarah yang tak lagi menyentuh dan menggetarkan dada ketika dibaca. Perlahan namun pasti ‘Sumpah Pemuda’ pun kian samar-samar terdengar, tergerus oleh doktrin-doktrin hedonisme yang kini sudah menjadi ‘agama’ baru bagi sebagian generasi muda kita.


Soekarno pernah bilang, ‘Berikan 100 pemuda kepadaku, maka Indonesia akan menjadi negara besar’. Namun kata-kata itu tak lagi menjadi simbol semangat perubahan . Tak ada kata lain bangsa ini selain melakukan ‘re-enginering” sumpah pemuda. Momen sumpah pemuda harus menjadi momen kebangkitan bangsa untuk kembali membangun semangat dan nasionalisme baru, tidak hanya dalam bentuk slogan dan orasi, namun dalam implementasi. Jika tidak, maka hancurnya negara ini tinggal menunggu waktu.



sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/10/28/memaknai-kembali-sumpah-pemuda-1928-605508.html

Memaknai Kembali Sumpah Pemuda 1928 | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar