blazer korea murah

Lumpur Lapindo dan Tanggung Jawab Individu Aburizal Bakrie




13830391431045735399

Source: facebook.com/aburizalbakriepage



Banjir lumpur panas di Sidoarjo atau orang biasa menyebutnya dengan bencana lumpur Lapindo mulai terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Ada dua pendapat pakar mengenai penyebab semburuan lumpur ini, pertama mengatakan bahwa kejadian tersebut merupakan kesalahan pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc. Sedangkan pendapat kedua dan merupakan pendapat mayoritas para ahli menyatakan bahwa luapan lumpur tersebut merupakan sebuah fenomena alam karena di daerah tersebut terdapat gunung lumpur (mud volcano) yang menyembur karena dipicu oleh gempa yang terjadi Yogyakarta sehari sebelumnya. Lokasi pengeboran Lapindo Brantas dengan titik awal munculnya semburan juga cukup jauh, yaitu berjarak 150 Meter. Fenomena alam semburan lumpur seperti itu memang sudah biasa terjadi di belahan dunia, termasuk di Indonesia. Seperti di Azerbaizan, di Indonesia ada Bleduk Kuwuk di Jawa Tengah, dan juga yang belum lama terjadi di daerah Gresik, Jawa Timur.


Selain dalam forum ilmiah, dua pendapat para ahli yang berbeda ini juga pernah diuji dan dipertemukan dalam sidang di tingkat Pengadilan Negeri, dan banding ke Pengadilan Tinggi Hingga tingkat MahkamahAgung. Salah satu organisasi yang melakukan pengujian adalah YLBHI. Selama proses pengujian tersebut, kedua pendapat tersebut diuji berdasarkan data-data dan fakta yang terjadi di lapangan. Dari tingkat Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung memutuskan bahwa Lapindo tidak bersalah, dan peristiwa tersebut adalah sebuah fenomena/bencana alam.


Jikapun Lapindo Brantas dinyatakan bersalah, dapat dibenarkan sekiranya Aburizal Bakrie mengikuti Undang-undang Perseroan Terbatas (PT), yaitu membangkrutkan Perusahaan dan selanjutnya hanya bertanggung jawab sesuai saham yang dimilikinya. Atau dipailitkan sehingga terbebas dari ganti rugi yang besar. Bahkan keputusan MA tersebut bisa saja menjadi dasar untuk tidak membayar sama sekali. Namun hal ini tidak dilakukan, karena rasa empati kepada para korban.


Tidak adil juga kalau masyarakat memandang bahwa bencana di Sidoarjo merupakan kesalahan dari keluarga Bakrie. Karena kalau kita teliti secara seksama, saat terjadi semburan, saham PT LapindoBrantasInc, 51%dimilikiEnergi Mega Persada, 30% dimilikiMedco, 18% Santos, dan 1% sisanyadimilikipublik.Sementara, sahamEnergi Mega Persada sendiri dimiliki public 70% dan Bakrie hanya memiliki 30%. Ini berarti, jika dihitung secara seksama, saham Bakrie di PT Lapindo Brantas Inc hanya sebesar 15%. Jadi, sangat tidak tepat mengatakan Lapindo itu tanggung jawab Bakrie.


Namun dari semua pemilik saham, hanya Bakrie yang mau bertanggung jawab membantu para korban, meski secara hokum dinyatakan tidak bersalah. Semua itu dilakukan karena adanya perintah Ibunda Aburizal Bakrie, Roosniah Bakrie, yang meminta anak-anaknya membantu korban, tanpa harus memperdulikan dinyatakan bersalah atau tidak.


Lalu melalui PT Minarak Lapindo Jaya, Keluarga Bakrie membantu korban dengan skema jual beli tanah dan bangunan. Istilahnya jual beli, bukan ganti rugi, karena Bakrie tidak bersalah secara hukum. Bahkan harga yang diberikan lebih tinggi berkali-kali lipat dari nilai NJOP yang seharusnya dibayarkan. Misalnya tanah seharga Rp60ribu dibayar Rp1,2juta. Makanya banyak yang menyebutnya ganti untung. Tak hanya itu warga juga mendapatkan rumah di Kahuripan Nirwana Residence yang jauh lebih bagus dari rumah mereka sebelumnya.


Jual beli tanah dan bangunan tersebut dilakukan oleh PT Minarak Lapindo Jaya dengan para korban yang berada di dalam peta terdampak. Karena berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.48/2008 perubahan bahan atas Perpres No.14/2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, dibagi dua wilayah: wilayah terdampak dan tidak terdampak. Lalu dibuat petanya. Area terdampak seluas 640 hektar area, disepakati akan dibantu oleh Lapindo. Di luar peta itu, menjadi tanggungan pemerintah (dari dana APBN).


Ada beberapa warga yang memang belum menerima skema bantuan karena mereka mengatakan asetnya adalah rumah (tanahkering), sementara data (termasuk data satelit Lapindo) menunjukkan asset mereka sawah, yang kompensasinya berbeda dengan rumah. Sementara jika datanya memang bangunan, Lapindo memberikan bantuan yang sesuai. Bahkan banyak tanah dan bangunan yang tanpa surat juga dibayar. Warga yang tidak bersurat tadi cukup diambil sumpah difasilitasi Bupati Sidoarjo dan Emah Ainun Najib (Cak Nun). Sampai saat ini sudah sekitar Rp9 Triliun telah dikeluarkan untuk membantu korban. Memang masih ada sekitar 500 miliar Rupiah sisa pembayaran yang belum diselesaikan. Semoga dalam waktu dekat akan diselesaikan.


Kemudian ada yang menggugat penggunaan dana APBN di luar peta terdampak ini, dan meminta seharusnya dibayar Lapindo. Lalu menggugat ke MK dengan gugatan uji materi atas Pasal 18 UU 4/2012 tentang APBN-P 2012 yang menjadi dasar pemberian dana APBN tersebut untuk jual beli tanah dan bangunan di Peta Area Terdampak (PAT), sesuai putusan Presiden 2007. Tentu saja MK menolak gugatan tersebut, karena masalahnya sudah sangat terang.


Jadi tidak benar bahwa bantuan Lapindo ke korban berasal dari dana APBN. Karena sesuai dengan aturan yang ada, Lapindo membantu yang ada di dalam area terdampak. Banyak pihak tidak paham mengenai area terdampak dan di luar area terdampak, sehingga mengaburkanfakta yang ada. Walaupun keluarga Bakrie sudah menunjukkan rasa empatinya dengan memberikan bantuan yang tidak sedikit jumlahnya, namun kasus luapan lumpur di Sidoarjo ini masih saja sering mencuat karena memang dijadikan komoditas politik dari lawan-lawannya untuk menyerang Aburizal Bakrie. Apalagi ketika beliau sudah mantap untuk maju sebagai calon presiden.


Dalam berbagai dialog, Aburizal Bakrie selalu menjawab langsung masalah lumpur ini dengan data dan fakta. Bahkan demonstran pun sering ditemui dan diberikan jawaban mengenai masalah ini. Dari dialog yang ada, terlihat bahwa ternyata mereka yang menanyakan masalah ini tidak paham mengenai masalahini. Tidak tahu data dan faktanya. Mereka hanya tahu berdasarkan informasi pemberitaan yang menyesatkan, dan tidak menggunakan data yang akurat. Jelas, ini sebuah upaya politisasi.


Para korban selalu mengingat kebaikan hati Ibu Roosniah Bakrie. Maka saat pemakaman beliau, perwakilan korban hadir di Jakarta ikut melayat dan memberikan testimony dan ucapan belasungkawa dan terimakasih.





sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/10/29/lumpur-lapindo-dan-tanggung-jawab-individu-aburizal-bakrie-604843.html

Lumpur Lapindo dan Tanggung Jawab Individu Aburizal Bakrie | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar