blazer korea murah

Indonesia dalam Transisi Hampa



Bangsa Indonesia sedang terjangkit wabah dunia. Nilai-nilai ke-Indonesiaan akan segera berganti dengan nilai-nilai asing, yang 98 persen rakyat tidak tahu, dari mana datangnya kebiasaan-kebiasaan itu. Indonesia yang berpelangi segera akan berubah warna. Mungkin warna yang 7 itu akan berubah menjadi 12, dan tidak menutup kemungkinan menjadi 100, hingga warnanya kabur, tak mampu dijamah. Indonesia akan benar-benar berubah, kehilangan identitas dan warna ke-Indonesiaannya.


2 persen orang dari sekitar 400 juta jiwa penduduk Indonesia menari-nari di atas panggung; apa yang mereka sebut panggung elite, tempat berkumpulnya para sosialita. Merekalah yang menebar warna kontras itu, yang kontroversial dan tak mampu dikenal oleh mereka yang besar di bawah kolom jembatan layang. Miss selebrity, miss world, hingga pergelaran fashion show, dan segudang acara-acara yang menghabiskan rupiah dalam angka fantastik itu hanyalah untuk memperkokoh identitas para sosialita ini. Mempertegas gaya, cara perpakaian, dan kemewahan yang mereka punya.


Indonesia sedang dalam masa transisi, yang kosong seperti sebuah kertas baru; 98 persen kebingungan mencari pekerjaan dan uang, sementara 2 persen kebingungan mencari cara menghabiskan uang. Transisi berada di antara dua presentasi yang timpang itu; tak terisi dan hampa. Kapan transisi akan terisi? Kapan warna kontras dan kabur itu akan menghilang? Walla hualam, tak ada yang tahu.


Ekonomi Indonesia sedang menguat, “katanya” tapi ratusan juta penduduknya masih berdiri di atas kaki telanjangnya, terseok-seok di antara harapan dan janji-janji kosong pejabatnya. Hanya 2 persen, dari 400 juta orang telah menjadikan Indonesia lupa diri, bahwa ekonomi tidak merakyat. Ekonomi raksasa itu hanyalah hitungan kekayaan segelintir orang-orang hebat, yang hebat sejak dilahirkan. Indonesia lupa diri, bahwa 98 persen darinya sedang sakit.


Indonesia lamban, lalu terperosot ke dalam gua kekacauan. Mereka telat mendidik dan memegang tangan-tangan pemudanya, hingga mereka frustasi, akhirnya menjadi pengemis jalanan. Akhirnya mereka menjadi musuh kedamaian, keharmonisan, dan kemapanan. Mereka menjadi perampok dan perusak tatanan yang dianggapnya mapan. Indonesia dalam transisi, dalam warna buram, tanpa identitas dan nakal.


Indonesia di atas bara yang menyala, tak ada yang bisa dipercaya, bermental korup, dari pejabat negara hingga ke desa-desa. Kehadiran KPK hanya menambah rasa sakit. Angka-angka jumbo yang membuat kuping kepanasan, namun tak bisa berbuat apa-apa. KPK masih menjadi lembaga yang menebarkan rasa ngilu; saat mereka mengungkap angka korupsi yang jumbo, yang sebelumnya hanya ada dalam hayalan. KPK belum, dan mungkin tak akan membawa perubahan.


Indonesia, yang dulu berdarah-darah, demi warna pelangi. Kini, Indonesia kebablasan, menghianati perjuangan masa lalunya. Hingga pelangi menguap, menghilang antara 98 persen suara tangis dan 2 persen suara tawa. Indonesia, tak tahu akan kemana, kehilangan arah, dan mati harapan. Indonesia yang tak terintip, masa depan tanpa referensi; kosong dan hampa. Akankah Indonesia telanjang? atas nama westernisasi. (IT, Bima)



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/10/26/indonesia-dalam-transisi-hampa-605099.html

Indonesia dalam Transisi Hampa | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar