Jika Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengkategorikan Jokowi dan Prabowo adalah capres wacana, maka saya mengkategorikan Aburizal Bakrie atau Ical sebagai capres iklan. Hal ini berdasarkan hasil survei politik Alvara Research Center yang menunjukkan popularitas Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie paling tinggi dibandingkan kandidat calon presiden lainnya. Tingkat popularitas Ical berdasarkan top of mind (penyebutan pertama capres yang dikenal responden) mencapai 33,5 persen.
“Beliau (Ical) banyak muncul di media, iklan terus-menerus,” kata Founder dan CEO Alvara, Hasanuddin Ali, di Jakarta, Senin, 28 Oktober 2013.
Namun, Hasanuddin melanjutkan, tingkat popularitas Ical ternyata tidak memiliki korelasi dengan tingkat elektabilitasnya yang hanya sebesar 7,6 persen. Menurut dia, Ical tidak berhasil membangun emosi dengan para pemilih dan tidak bisa menggerakkan pemilih untuk memilihnya.
“Iklan sekadar membentuk citra di kepala pemilih, tapi memilih soal hati,” ujar dia. “Terkenalnya Ical tidak membawa arti apa-apa.” (tempo.co)
Bagi Ical mengiklankan dirinya sebagai capres bukanlah hal yang sulit. Sebagai pemilik dua stasiun TV nasional (TV One dan Antv), Ical tinggal memilih pada saat kapan saja dia tampil menampakan diri sebagai capres. Cara mengiklankan dirinya pun punya beberapa versi yang sekali lagi bukan hal yang sulit baginya.
Apalagi Ical memang sudah mendeklarasikan diri menjadi capres sudah lama. Karena itulah, nama Ical bisa begitu saja muncul ketika ditanya siapa saja yang maju menjadi capres 2014. Bukan hanya di televisi, Ical juga muncul dalam spanduk dan banner yang ada di setiap daerah. Hampir setiap caleg Golkar menampilkan foto Ical sebagai capres 2014.
Namun, ternyata Ical bukanlah capres pilihan rakyat. Program dan kegiatan yang ditampilkan Ical di televisi ternyata tidak mampu menarik hati para pemilih. Citra buruk Ical dalam kasus pengemplangan pajak dan lumpur Lapindo tidak mampu dihilangkan dari ingatan masyarakat. Peristiwa yang tidak pernah terselesaikan dengan baik dan meninggalkan citra buruk bagi Ical.
Sebenarnya sangat disayangkan uang Ical yang habis untuk mengiklankan diri. Mungkin ada baiknya Ical berpikir lebih bijak dan tidak menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang sulit untuk dimenangkan. Bukan menyarankan kalah sebelum berperang, melainkan menyarankan agar uang iklannya digunakan untuk membayar pajak yang tidak dibayar dan korban lumpur lapindo.
Saya yakin jika Ical berkomitmen baik dengan masyarakat dan berperilaku baik, maka dia akan mampu menarik hati pemilih tanpa perlu banyak mengiklankan diri. Bukankah Jokowi sudah memberi contoh nyata bahwa komitmen yang baik dengan rakyat akan membuat rakyat akan senang dan memilih. Tidak perlu repot-repot mengiklankan diri. Tapi apakah Ical mau?? Saya yakin tidak akan mau. Karena melakukan hal seperti itu butuh kerendahanhati dan kemanusiaan yang besar. Mungkin Ical harus belajar hal ini dari Jokowi.
Salam.
0 komentar:
Posting Komentar